Selasa, 13 November 2012

ILY... (SS)



oleh Zet Meirain T pada 23 September 2012 pukul 20:45 ·
cerita absurt bin gajeee -____-"" cekidot *plak*



----


Agni menggerakkan kakinya selincah mungkin dan mendorong papan skeatboardnya dengan gesit. Sesekali gadis berwajah boneka itu melirik arlogi yang melingkar sempurna di pergelangan kirinya yang begitu mungil.

            Gerbang Triguna School mulai tampak dari kejauhan. Senyum cerah itu mengembang di wajah manis Agni dan kakinya bergerak semakin gesit mendorong papan skeatnya. Sepersekian detik pintu gerbang di hadapannya mulai tertutup, dengan kekuatan penuh si gadis berwajah boneka itu menggerakkan kakinya dan memegang tas ransel yang menggantung di pundaknya sekuat mungkin.

            5…. 4…. 3…. 2…. Shuuu.

            Tap. Agni tersenyum merekah, sambil memeluk skeatboardnya dan menoleh ke arah satpam yang berdiri di ambang pintu gerbang tengah menatapnya dengan tampang cengo sambil menggelengkan kepala kecil. Heran juga lihat cewek satu ini, tubuh kecil, namun pergerakkannya begitu tangkas.

            Agni nyengir. “Makasih Pak Sapta. Bapak baiiiiik banget deh,” seru Agni dari tempatnya berdiri. Pak Sapta, satpam SMA Triguna School hanya tersenyum kecil dan berucap seadanya.

            “Si eneng mah selalu bikin bapak sport jantung,” ucap Pak Sapta. Agni hanya terkikik kecil, kembali ia letakkan papan skeatnya di atas lantai dan kembali melaju menelusuri koridor yang mulai terlihat sepi.

            Pelan-pelan Agni menggerakkan papan skeatnya dan pandangannya terus menelusuri sekelilingnya, takut kalau tiba-tiba guru dari bagian kedisiplinan nongol di hadapannya kan bisa berabe.

            Bruuuk.

            “Wadooooh!” Agni memekik pelan, saat di ujung koridor tanpa sengaja tubuh mungilnya menabrak sesuatu. Agni menengadah, sambil menepis rok abu-abu motif kotak-kotaknya pelan. Seketika mata boneka Agni melotot lebar dan dengan sigap ia pun berdiri tegak.

            “Ba –pak!” Agni meringis, sambil menunduk dalam dan menggigit bibir bawahnya. Alamat dia bakal kena sial deh sepanjang hari ini.

            “Ini sudah kesekian kalinya kamu melanggar peraturan sekolah Agania Rafelian. Dan kamu harus saya hukum,” ucap sang guru tersebut dengan gaya khasnya yang berwibawa. Perlahan Agni mengangkat wajahnya dan memberanikan diri menatap wajah tampan sang guru idola semua siswa itu lekat-lekat.

            “Perasaan gak cakep-cakep banget deh,” gumam Agni tanpa sadar sambil memeluk erat skeatboard ungunya.

            “Kamu bilang apa?” tanya sang guru setelah ia selesai menuliskan sesuatu di buku catatan kedisiplinan dan menatap Agni tepat di manik mata.

            Agni gelagapan. Ia baru sadar, kalau ternyata si guru yang terkenal tegas, super disiplin dan berwibawa ini memiliki bola mata berwarna coklat dengan lingkar hijau mengelilingi bola matanya. Tipe mata yang sangat Agni suka.

            ‘Aduuuh, mikir apa sih gue?’

            “Ammm, gak apa-apa kok, Pak,” bantah Agni mulai salah tingkah sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal.

            “Oke. Ini hukuman kamu. kamu gak boleh pulang sebelum kelar,” ucap sang guru tegas, dan tanpa menunggu protes dari Agni pemuda yang masih berusia 21 tahun itu pun melenggang gagah meninggalkan Agni yang masih terpaku menatap kertas hukuman yang berada di genggamannya saat ini.
            “Eh buseeet :O ! gile bener dah nih hukuman,” pekik Agni tertahan.

            ---

“Lo sengaja telat lagi kan, supaya lo bisa di hukum sama Pak Cakka,”

            Agni nyaris saja tersedak minumannya dan menatap Ify dengan mata menyipit. Gile bener dah nih si Ify, perasaan baru sekali ini deh Agni telatnya ketemu sama Pak Cakka. Biasanya juga sama Bu Zeze atau gak Pak Dayat.

            “Apaan dah lu. Ihhhh, lo kata gue murid apaan kecentilan begitu sama guru,” ucap Agni sambil bergidik dan dengan kasar kembali meneguk minumannya. Nova dan Ify tampak saling berpandangan dan kedua gadis itu pun tertawa pelan bersamaan.

            “Hati-hati lo, Ag. Awas, ntar ikutan naksir baru tau rasa,” ucap Nova sambil terkikik geli. Mata Agni kontan membulat dan melempar sebutir kacang tepat mengenai wajah Nova.

            “Cowok idaman gue itu kayak Rio. Cool. Pinter. Keren. Dan yang pasti siswa SMA,” terang Agni menatap kedua sahabatnya itu geram.

            “Kalau katanya bonyok gue, lebih baik kalau mau cari pacar…. Apa lagi kalau model lo Ag, yang kebelet pengen kawin, cocoknya tuh cari cowok tipe-tipe Pak Cakka gitu deh,” ucap Ify santai, di susul dengan gelak tawa Nova. Sementara Agni , wajah manisnya tampak shyok mendengar ucapan Nova barusan. Sialan banget. Siapa coba yang kebelet kawin?

            “Kamvret lo!!” seru Agni dan kali ini sebuah kotak tissue melayang ke arah Nova. Nova menghindar. Agni tampak manyun membuat kedua sahabatnya itu mau tak mau tertawa ngakak.

            ----
“Bawel lu…. He’eh, ini gue masih di perpus…. Gilaaaaa, buanyak buanget ciiiiin buku yang berantakkan…. Huhhh, gue rasa, si Cakka Cakka itu sengaja deh ngerjain murid begini….. aaah bodo’, orangnya gak ada juga…. Oke siiip…. Ya udah, nanti gue telpon lo lagi….”

            Klik. Agni memutuskan panggilannya dan memasukkan benda kotak yang beberapa detik lalu menempel di telinganya ke dalam saku rok abu-abunya. Bete. 3 jam sudah Agni berada di dalam perpustakaan lantai 3. Salah satu perpustakaan yang jarang banget di kunjungi murid-murid.

            Agni mendengus sebal. Dengan kaki menghentak ia melangkah ke salah satu rak dengan tumpukan buku yang menjulang di depan wajahnya.

            “Perasaan yang lain kalau ngehukum gak sebegininya banget deh,” dumel Agni dan kini memasukkan buku-buku tersebut kedalam sebuah box besar yang terletak di sudut ruangan. “Waduuuh, pinggang gue,” rengek Agni dan dengan langkah gontai berjalan ke luar dari rak-rak sumpek di bagian paling belakang perpustakaan.

            Sambil menepuk-nepuk punggung belakangnya, Agni menghentikan langkah di depan meja petugas, saat dari kejauhan melihat seluet seseorang tengah tertidur dalam posisi duduk dan sebuah buku menutupi wajahnya. Seingat Agni, waktu dia masuk di dalam sini gak ada siapa-siapa deh.

            Agni melangkah perlahan mendekati sosok tersebut. Dengan hati-hati Agni menurunkan buku bacaan yang menutupi wajah orang itu dan detik berikutnya Agni tersentak kaget dan bergerak mundur dengan langkah hati-hati.

            “Kok Pak Cakka ada di sini?” gumam Agni bingung. Di perhatikannya sosok Cakka yang tengah tertidur pulas lekat-lekat. Dahi Agni mendadak mengerut. Cakka terlalu muda ternyata kalau di pikir-pikir. Wajahnya begitu bersih dan tidak ada kerutan di dahinya sedikit pun seperti guru yang lainnya –efek stres ngadapin murid–. Dan Cakka, juga terlalu terlihat gaya dan begitu fashionebel dalam berpakaian. Dia sangat pandai meng-in-match kan kemeja, dasi, sepatu semi formal dan celana jeansnya sehingga membuatnya nyaris seumuran dengan Agni.

            “Apa saya terlalu tampan, sampai kamu ngeliatinnya seserius itu?”

            Agni tersentak kaget. Dengan sukar ia menelan ludahnya dan mata bonekanya mulai bergerak lincah mencoba mengalihkan perhatian dari wajah yang jujur emang tampan banget di hadapannya itu.

            Cakka menegakkan posisi duduknya dan dengan gerakkan yang sukses membuat Agni menahan deru napasnya membuka kacamata yang sedari tadi membingkai mata coklatnya.

            “Ammm. Saya boleh pulang sekarang kan, Pak?” tanya Agni langsung. Lama-lama berdiri di hadapan Cakka mungkin akan membuat Agni kena serangan jantung dadakan sebentar lagi –sepertinya.

            Cakka tersenyum –sebuah senyuman yang jujur belum pernah terlihat sekali pun di wajahnya yang biasa terlihat dingin itu– dan bangkit berdiri dari duduknya, menatap Agni tepat di manik mata.

            “Sudah selesai semuanya?” tanya Cakka lagi. Agni menganguk, sambil melirik rak di belakangnya.

            “Udah kok Pak. Kalau Bapak gak percaya, silahkan periksa sendiri aja,” ucap Agni. moodnya mendadak jelek. Badannya udah pegel dan sekarang dia udah ngerasa capek banget pengen cepet-cepet tidur.

            Cakka kini terkikik kecil sambil mengacak pelan puncak kepala Agni dan itu –jujur– sukses membuat jantung Agni berdebar tak karuan.

            “Ya sudah. Kalau memang kerjaan kamu udah kelar silahkan pulang,” ucap Cakka kemudian.

            Agni tersenyum antusias. Ia mengangguk semangat dan dengan langkah lebar berjalan keluar dari gedung perpustakaan.

            ---

Tiiin

            Agni berhenti mengoes skeatboardnya dan menoleh kebelakang. Dahi Agni tampak mengerut saat melihat sebuah mobil super mewah berhenti di sampingnya.

            Kaca jendela turun perlahan. Agni pun pelan-pelan menunduk dan detik berikutnya ia terlihat kaget saat mendapati Cakka tengah tersenyum manis dan duduk di balik kemudi.

            “Kamu mau pulang?” tanya Cakka setengah berteriak. Agni yang masih sedikit terkejut pun hanya bengong dan mengangguk kaku. “Dengan skeatboard?” tanya Cakka lagi dan menatap Agni dengan dahi mengerut.

            Agni melirik ke arah skeatboardnya yang masih tergeletak di aspal, kemudian menariknya dengan ujung kaki sampai benda persegi panjang itu kini berada dalam pelukkannya. “Iya,” jawab Agni seadanya.

            “Rumah kamu dimana?” tanya Cakka lagi.

            “Perkomplekan widuri,” jawab Agni.

            “Itukan lumayan jauh. Bareng sama aku aja, ayo!” ucap dan tawar Cakka kontan membuat mata boneka Agni kini kembali melotot.

            ‘Aku? Gak salah pak Cakka bilang ‘Aku’?’

            “Ehhh, gak usah Pak. Saya udah biasa kok. Nanti sampai halte saya juga naik bus,” tolak Agni halus. Cakka tersenyum sembari menggeleng kecil.

            “Gak usah gak enakka gitu, mentang-mentang aku ini guru kamu. ayo masuk, kebetulan kita searah kok,” ucap Cakka lagi dan kini sukses membuat Agni benar-benar cengok.

            Wajah Agni tampak ragu. “Mau masuk sendiri? Atau aku yang paksa kamu masuk nih?” ucap Cakka serius. Agni kembali menelan ludahnya dengan sukar dan dengan sigap akhirnya pun mengalah dan masuk ke dalam mobil sport milik Cakka.

            ---

Nova dan Ify tampak saling berpandangan. Kedua gadis itu menatap lekat wajah sahabat mereka yang sedari tadi senyam-senyum gak jelas dengan dahi mengerut.

            “Kenapa sih tuh anak?” tanya Nova pada Ify. Ify yang sedari tadi asik mengemut lolipopnya tampak menggeleng dan juga terlihat bingung mendapati Agni yang dari pagi tadi udah kayak orang gila bengong sambil senyum-senyum sendiri begitu.

            “Agni!” seru Ify sambil menoyor pelan lengan Agni. Agni berdehem kecil, masih asik tersenyum sendiri gak jelas. “WOYYY AGANI!” teriak Nova dan Ify serempak, kontak membuat Agni terperanjat dan kini mendelik garang menatap kedua sahabatnya itu.

            “Buseeeeet. Apaan dah lu berdua teriak-teriak di kuping gue,” dumel Agni sambil mengelus pelan telinganya yang mendadak perih.

            “Lo sihh, di panggilin bengong mulu. Lo udah kayak kucing nenek gue yang kemarin tewas akibat bengong tau gak,” ucap Nova seenaknya dan kontan membuat Ify tergelak, sementara Agni jadi semakin manyun.
            “Lo kenapa sih?” tanya Ify kemudian. Agni mulai terlihat gelagapan dan menggaruk-garuk belakang telinganya yang tak gatal.

            “Apaan? Gak kenapa-napa kok gue,” ucap Agni nyengir. Nova dan Ify saling berpandangan, keduanya tampak mengerutkan dahi menatap Agni heran.

            ---

“So, lo mau langsung balik, Ag?” tanya Ify setelah bel pulang berbunyi setengah jam yang lalu. Tadinya sih mereka udah janjian buat nongkrong dulu, tapi mendadak Agni gak bisa.

            “Gak. Gue mau ke rumah sepupu gue dulu, mau nganterin pesenan nyokap,” ucap Agni yang masih sibuk membereskan beberapa perlengkapan tulisnya.

            “Tumben. Biasanya juga lo gak pernah mau tuh,” komentar Ify. Agni hanya berdecis sambil menyandangkan tasnya dan tersenyum tipis pada sahabatnya itu.

            “Kalau ada si Acha juga dia yang gue suruh. Tapikan tuh bocah sekarang sekolah di tempat Eyang gue. Kakak gue juga mendadak super sibuk. Jadi berhubung tinggal gue anak nyokap yang ada di rumah, soooo, yah mau gak mau lah gue harus kesana,” terang Agni panjang lebar.

            Nova dan Ify tampak terkikik dan menggeleng kecil menatap wajah Agni lekat.

            “Dasar lo. Gitu gitu kan dia sodara lo, Ag,” ucap Nova.

            Agni bergidik. Di sambarnya skeatboard yang teronggok di pinggir meja dan mulai berjalan keluar kelas di ikuti oleh Ify dan juga Nova.

            “Kalau sepupunya model dia siiiih, yah gue ogah. Lo tau gak, itu anak gak pernah dewasa. Percuma aja mau merried, tapi kelakuan kayak bocah,” Agni berdecak dan lagi-lagi membuat kedua sahabatnya itu tertawa.

            “Ya udah gih, balik sana lo ntar ke sorean,” ucap Ify kemudian.

            “Eh iya. Oke deh, gue duluan yah guyss!” seru Agni. sebelumnya ia memeluk kilat kedua sahabatnya dan melambai kecil kemudian berlalu.

            ---

Agni menghentikan laju skeatboarnya di depan sebuah rumah bergaya minimalis. Sebuah mobil sport yang terpakir di depan rumah tersebut mengalihkan perhatian Agni. gadis manis itu berhenti sejenak sembari menatap lekat mobil berwarna putih susu itu.

            “Kayak pernah lihat deh,” gumam Agni, kemudian ia bergidik tak perduli dan dengan semangat melangkahkan kakinya memasuki perkarangan rumah..

            “Kak Shilla mana, Mbok?” tanya Agni saat di depan pintu ia bertemu dengan seorang wanita paruhbaya yang biasa mengurus rumah minimalis tepat Shilla menetap saat ini.

            “Mbak Shilla ada di halaman belakang Non. Masuk saja, tapi Mbak Shilla lagi ada tamu,” ucap Mbok Nah. Agni pun mengangguk mengerti dan dengan kilat merangkul Mbok Nah kemudian berlari kecil menuju halaman belakang.

            “Kak Shillaaaaa. Ini titipan nyokap gue buat e –lo… oh-my-god,” Agni menutup mulutnya dengan gerakkan cepat. Bungkusan di tangannya terjatuh di lantai bersamaan dengan itu Shilla dengan cepat menjauhkan diri dari pemuda di hadapannya dan menoleh ke arah pintu, menatap Agni gelagapan dengan ekspresi wajah ketakutan.

            “Pak …. Ca –kka ?” seru Agni tertahan. Pemuda itu pun dengan sigap berdiri dan membenarkan letak dasinya yang terlihat berantakkan. Agni menggeleng pelan, dan kini tatapanya mendarat pada Shilla. “Lo gila?” pekik Agni. Shilla mulai gelagapan dan berjalan terburu-buru menghampiri Agni.

            “Ag, gue bisa jelasin. Please lo jangan ngomong apa pun ke nyokap gue, apa lagi sama Riko. Pleaseeee,” Shilla meraih lengan Agni dengan sigap dan menggenggam jemari mungil Agni erat. gak tau kenapa Agni mendadak sesak napas saat melihat ekspresi berbeda dari wajah Cakka sesaat lalu ketika ia masih berhadapan dengan Shilla.

            Agni menggeleng, kali ini lebih kuat dan dengan kasar menepis cengkraman Shilla.

            “Gue gak ngerti. Dan gue gak tau harus gimana. Terserah lo aja deh, Kak. Hidup-hidup lo. Lo yang jalanin, so, gue gak mau ikut campur. Okay!” ucap Agni menatap tegas manik mata Shilla sembari mengangkat kedua tangannya di udara.

            “Ag! Agni!” seru Shilla. Agni tak menghiraukan dan terus saja berlalu.

            ---

“Kamu udah anterin pesanan Mama buat Shilla kan sayang?” seru sang Mama dari ruang tengah saat melihat putri kecilnya itu berlari heboh menuju tangga. Agni tak menghiraukan dan dengan langlah semakin lebar terus saja menelusuri setiap anak tangga sampai menuju kamarnya.

            “Agni?” sang Mama masih berseru dari tempatnya duduk. Wanita anggun itu tampak mengerutkan dahi menatap ke arah tangga dengan dahi mengerut.

            Brakkk. Agni membanting dengan kasar papan skeatboardnya di lantai. mendadak ia merasa kesal. Kesal dengan Shilla, dan kesal dengan Cakka. Gak ngerti kenapa juga dia harus kesal, ini bukan kali pertama Agni memergogi Shilla sama cowok lain, tapi yang tadi itu adegan paling intim yang sepanjang hidup baru pertama kalinya Agni lihat. Terlebih, beberapa bulan lagi Shilla akan menikah dengan salah seorang anak temen Mamanya dan Cakka….

            “Gue kenapa sih? Errrrgh. Kenapa juga gue harus kesel? Seharunya ya gak masalah dong kalau Pak Cakka juga naksir Kak Shilla. Kenapa juga gue harus seweot begini,” oceh Agni sambil berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.

            Sesaat kemudian Agni mendudukkan diri di tepi ranjang. Ia sedikit merasakan sesak napas saat mengingat sosok Cakka, dan jantungnya pun berdetak tak karuan. Terasa begitu sakit saat mengingat kembali ekspresi Cakka saat ia memergogi aktifitasnya bersama Shilla beberapa saat lalu.

            “Mamaaaaaa!” teriak Agni tak karuan. Gadis manis itu mulai tampak menangis sambil menahan dadanya yang benar-benar terasa sakit. “Maaaaa!” Agni semakin merengek, tak lama seorang wanita cantik tampak memasuki kamar Agni dengan wajah paniknya.

            “Kamu kenapa sayang?” tanya sang Mama khawatir. Agni menggeleng pelan sambil menggigit bibir bawahnya dan menekan-nekan pelan dadanya.

            “Agni…. kayaknya  Agni…” Agni terengah, membuat wajah sang Mama terlihat semakin cemas. “Serangan jantung. Agni kayaknya kena serangan jantung, Ma,” ucap Agni akhirnya.

            “APA?”

            ---

Agni menundukkan kepalanya dalam, tak berani menatap wajah sang Papa, Mama, dan juga Gabriel kakaknya yang seorang dokter umum. Gadis manis itu tampak cemberut sambil meremas-remas jemarinya. Gabriel menggeleng kecil menatap adiknya itu. sementara Papa tampak mengurut pelan pelipisnya dan Mama berusaha menenangkan sang suami dengan mengelus pelan lengan kekar Papa.

            “Kamu ini hobi banget ya buat orang tua cemas? Untung saja Papa sama Mama kamu gak punya penyakit jantung. Kalau sampai tadi Mama atau Papa langsung tewas denger kalau kamu kena serangan jantung begimana, Ag?” omel sang Papa mentap heran putrinya itu. ini si Agni dari dulu selalu saja suka bertindak heboh, buat seisi rumah geger.

            Beberapa jam lalu gara-gara panik, Mama sampai nelpon Papa yang lagi kerja di kantor, dan Gabriel yang masih ada jadwal praktek di salah satu rumah sakit swasta milik keluarga mereka, dan karena kedua pria itu memiliki tingkat kekhawatiran dan rasa sayang yang berlebihan untuk Agni, akhirnya mau gak mau keduanya pun akhirnya memutuskan melesat pulang secepat mungkin.

            “Tapi beneran kok, Pa, tadi itu jantung Agni dagdigdug gak karuan gitu,” Agni berusaha membela diri.

            “Tapi tadi Kakak kamu bilang, kamu baik-baik saja. Kamu jangan meremehkan Kakak kamu, Ag. Gabriel itu lulusan S3 kedokteran di luar negeri. Dia udah dapat berbagai penghargaan karena merupakan salah satu dokter terbaik di indonesia. Jadi tidak mungkin Kakak kamu keliru menangani adiknya sendiri,” terang sang Papa menatap wajah Agni lekat.

            “Tapi kok…” Agni bersikeras. Gabriel pun akhirnya bangkit dari posisi duduknya dan menghampiri Agni.

            “Kamu Cuma lagi stres,Ag. Cuma lagi banyak beban pikiran aja makannya begitu,” ucap Gabriel berusaha menenangkan kedua orang tuanya dan juga Agni tentunya.

            “Stres? Kakak bilangi Agni gila gitu?” tanya Agni menatap Gabriel dengan mata menyipit. Gabriel tergelak, sambil mengacak pelan puncak kepala Agni.

            “Yang lebih tepatnya lagi, sepertinya kamu lagi galau,” telak Gabriel dan kali ini sukses membuat Agni cemberut.

            Agni melirik sang Papa, pria itu tampak menggeleng masih dengan menekan pelan pelipisnya, sementara sang Mama mulai tampak tersenyum geli.

            ---

Nova dan Ify tertawa terbahak-bahak mendengarkan curhatan Agni saat ini. Kebutalan hari ini beberapa guru tengah mengadakan rapat menjelang kelulusan sehingga kelas Agni dan beberapa kelas lainnya tidak belajar. Karena bosan terus diam di dalam kelas Agni pun akhirnya memboyong kedua sahabatnya itu ke perpustakaan di lantai tiga, perpustakkan yang tak seorang pun berani naik kecuali kepepet, karena stok atau persediaan buku di perpus lantai satu atau dua habis.

            “Puas banget lo berdua ngetawain gue yah,” ucap Agni sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap kedua sahabatnya itu sebal.

            “Lo kocak banget tau gak sih? Hey, Ag. Dari cerita lo aja kita udah bisa nyimpulin, kalau lo itu udah mulai jatuh cinta sama Pak Cakka,” terang Ify menggebu dan di angguk setujui penuh semangat oleh Nova.

            “What? Gue? Jatuh cinta sama Pak Cakka?” Agni berteriak nyaring, refleks membuat Nova bergerak dan membekap mulut Agni kuat.

            “Berisik lo, Ag,” Nova menoyor pelan kepala Agni.

            “Abis lo gila mikirnya begitu,” ucap Agni sambil mengilap mulutnya bekas bekapan Nova tadi.

            “Ag, lo gak usah gengsi sama kita. Yah, kita hapal ucapan lo yang lo gak suka cowok seumuran Pak Cakka, karena lo sukanya model Rio, but, setiap orang gak bisa nentuin sendiri gitu aja sama siapa dia jatuh cinta,” ucap Ify bijak.

            “Jawab jujur?” seru Nova kemudian.

            Agni mengangguk.

            “Waktu lo liat Pak Cakka sama Kak Shilla, lo ngerasa dada lo kayak di tusuk-tusuk gak?” tanya Nova. Agni kembali mengangguk. “Trus mata lo berasa berkunang-kunang?” Agni mengangguk lagi.

            Nova dan Ify pun saling berpandangan dan keduanya tersenyum bersamaan sambil merangkul Agni. “Gak salah lagi. Lo, positif jatuh cinta sama Pak Cakka,” seru Nova penuh semangat.

            ---
Bruuk. Agni jatuh tersungkur saat tanpa sengaja ia  menabrak sebuah mobil yang baru saja hendak keluar dari parkiran. Agni mendadak ngeblank akibat curhat dengan kedua sahabatnya tadi. Agni terduduk di aspal begitu saja, membiarkan skeatboardnya meluncur entah kemana.

            “Agni?” seru sebuah suara. Dengan gerakkan layaknya zombi Agni menoleh dan detik itu juga mata bonekanya tampak melotot. “Kamu gak papa?” tanya seseorang itu lagi.

            Agni menggeleng pelan. Wajahnya masih menunjukkan ekspresi linglung. Dan tanpa menunggu persetujuan atau pun protes dari Agni sosok tersebut mengangkat tubuh mungil Agni dan membopongnya menuju mobil.

            ---
Agni  tersadar dari kelinglungannya saat mobil yang ia tumpangin kini berbelok ke daerah perumahan yang tak asing baginya, dan dengan cepat Agni pun menoleh ke samping kanannya.

            “Berhenti!” seru Agni sambil menepuk keras lengan Cakka. “Hissst,” Agni meringis pelan saat mobil berhenti mendadak membuat dahinya membentur dasbor. Cakka menoleh dan menatap kearah Agni dengan cemas.

            “Kamu gak papa?” tanya Cakka yang berusaha menyentuh pundak Agni.

            “Gak. Saya gak papa kok, Pak,” ucap Agni dan menghindari sentuhan Cakka. Cakka tampak mengerutkan dahi menatap Agni bingung.

            “Saya turun disini aja,” seru Agni lagi dan bersiap meraih tasnya.

            “Kok gitu? Sedikit lagi kita sampai di rumah Shilla. Aku antar kamu sampai rumahnya yah?” ucap dan tanya Cakka. Agni tampak ragu. Cakka pun menatap intens manik mata Agni kemudian Agni pun akhirnya mengangguk.

            ---

Sebuah kecupan mendarat di dahi Shilla. Gadis itu tampak tersenyum senang dan mendaratkan sebuah kecupan di pipi pemuda di hadapannya penuh sayang.

            “Aduuuh. Pelan-pelan dong, Pak,” seru Agni yang untuk kedua kali dahinya menyentuh dasbor. Mobil Cakka mendadak berhenti. Agni menoleh kesamping kanannya kemudian mengikuti arah pandang Cakka.

            Agni menghela napas berat. Di liriknya Cakka lagi. Wajah pemuda itu tampak mengeras sembari mencengkram dengan erat setiurnya.

            Tap. Agni mengurungkan niatnya hendak keluar dari dalam mobil Cakka, saat sentuhan lembut melingkar di pergelangan mungilnya. Agni melirik perlahan ke arah Cakka. Pemuda itu tampak tersenyum lirih dan menunduk sambil mengerjabkan mata beberapa kali. Agni mendadak merasakan sesak napas itu kembali menyerang. Agni bingung. Ia hanya mampu diam menatap Cakka sendu.

            Agni tersentak kaget, saat Cakka tiba-tiba saja menarik tubuh mungilnya dan memeluknya erat. cakka membenamkan wajahnya di pundak Agni. isakkan halusnya terdengar. Agni merasakan sesuatu seakan menindih kepalanya detik itu juga, dengan kaku Agni pun menggerakkan tangannya dan menepuk pelan punggung Cakka.
            ---
Dan disini lah mereka sekarang. Duduk di atas mobil sambil memandang deru ombak di hadapan mereka dengan tatapan berbeda. Agni menyerut es kelapanya perlahan sambil mencuri pandang pada Cakka yang duduk di sampingnya masih dengan wajah murungnya.

            “Bapak terlalu baik untuk perempuan seperti Kak Shilla,” ucap Agni akhirnya. Pandangannya kini menatap lurus ke tengah pantai.

            “Panggil Cakka aja. Aku belum terlalu tua untuk kamu panggil bapak,” Cakka akhirnya bersuara, membuat Agni kembali menoleh dan sedikit terkikik. Ia mengangguk mengerti.

            “Aku tau kok, seberapa besar perasaan kamu buat Kak Shilla,” lanjut Agni. “Tapi kamu juga harus tau, ada orang lain yang mencintai dia jauh lebih besar,”

            “Jadi, maksud kamu cinta aku kurang besar buat Shilla gitu?” tanya Cakka. Agni tertawa pelan sambil melompat turun dari atas mobil dan kini berdiri tepat di hadapan Cakka.

            “Kamu yakin, kamu memang cinta sama kak Shilla?” tanya Agni menatap Cakka tepat di manik mata. Cakka tampak diam, seolah memikirkan ucapan Agni barusan.

            “Gak mungkin aku sesedih ini kalau aku memang gak cinta sama Shilla,” ucap Cakka yang jujur membuat hati Agni memdadak ngilu.

            Agni diam sejenak. Kedua matanya mulai terasa perih. Agni menghirup udara sebanyak mungkin dan berusaha tersenyum. Ia memutar tubuhnya dan kini menatap kearah pantai, bersamaan dengan itu airmatanya mendadak mengalir. Cakka tampak mengerutkan dahinya, memandang langkah Agni yang berjalan ketepi pantai dengan dahi mengerut.

            “Kalau kamu memang cinta sama Kak Shilla, seharusnya kamu berani. Berani merebut dia untuk kamu miliki,” gumam Agni setelah Cakka berdiri bersisihan di sampingnya. Cakka menoleh, sedikit terperanjat melihat garis air di wajah manis Agni.

            “Alasan klasik, dan sangat koyol, kalau kamu berfikir bakal bahagia jika melihat dia bahagia. Itu jelas-jelas bohong besar,” Agni menjatuhkan tubuhnya di atas pasir perlahan sambil kini memeluk kedua lututnya.

            “Kalau kamu benar-benar cinta, kamu pasti memiliki rasa egois yang berharap dia tetap terus di sisi kamu,” lanjut Agni dan kini ia menoleh,menatap Cakka lekat-lekat.

            Cakka tertegun. Ia diam seolah terhanyut akan tatapan dan ucapan yang baru saja Agni katakan. Perlahan seulas senyum tercetak di sudut bibirnya.

            “Kamu benar!” seru Cakka kemudian. Agni sempat tersentak kaget, namun sebisa mungkin ia berusaha terlihat tenang. “Makasih ya, Ag, udah mau nemenin aku dan denger aku curhat,” ucap Cakka tulus. Agni pun tersenyum manis dan mengangguk pelan.

            ---
“Paaaaaak, jangan di tutup dulu pintunyaaa!” seru Agni dari depan pintu gerbang dan dengan gesit mendorong skeatnya. Ia memutar tubuhnya dan menyeringai lebar pada Pak Sapta. “Makasih ya, Pak. Hehehe. Bapak emang yang paling baik deh,” ucap Agni lagi kemudian bergegas menuju kelasnya.

            “Dasar si eneng,” Pak Sapta bergumam sembari menggeleng kecil, menatap punggung Agni yang semakin menjauh.

            “Telat lagi lo?” serbu Nova saat Agni sudah menjatuhkan pantatnya di atas kursi. Ia hanya berdehem seadanya sambil mengeluarkan perlengkapan tulisnya.

            “Sebenernya gue hari ini males banget sekolah. Tapi berhubung bonyok sama Kakak gue yang super nyebelin itu ribut mulu dari gue mulai melek, so, dengan berat hati akhirnya gue berangkat,” ujar Agni dengan santai sambil menghentakkan beberapa alat tulisnya di atas meja.

            Nova dan Ify cengo. Keduanya saling berpandangan dan menatap Agni lekat.

            “Lo gak habis kesambet kan?” tanya Ify dan meletakkan telapak tangannya di dahi Agni.

            “Apaan sih, Fy!” seru Agni dan menepis tangan Ify begitu saja membuat gadis berwajah tirus itu semakin tercengang. Gak biasanya Agni begini.

            “Lo kenapa sih, Ag?” tanya Nova yang kali ini menatap Agni lembut. Agni menghentikan kesibukannya yang sedari tadi membongkar tas dan tampak menghela napas berat. Ia menunduk selama beberapa detik, kemudian menengadah, tersenyum simpul dan menggeleng kecil.

            “Gue gak papa kok,” ucap Agni seadanya.

            ---


            “Kalau kamu memang cinta sama Kak Shilla, seharusnya kamu berani. Berani merebut dia untuk kamu miliki,”

            “Alasan klasik, dan sangat konyol, kalau kamu berfikir bakal bahagia jika melihat dia bahagia. Itu jelas-jelas bohong besar,”

            “Kalau kamu benar-benar cinta, kamu pasti memiliki rasa egois yang berharap dia tetap terus di sisi kamu,”


            Seulas senyum tersungging di sudut bibir Cakka. Ia menggeleng pelan sembari menggaruk pelipisnya pelan. Mendadak ucapan Agni kemarin membuat perasaannya lega. Padahal dia tidak menjalankan sesuai apa yang Agni ucapkan. Ia hanya diam semalaman, merenungi ucapan gadis itu dan gak tau kenapa kalimatnya begitu merasuk dan membuat perasaan Cakka mendadak plong.

            “Kenapa kamu senyum-senyum gitu, Kka?” Cakka tersentak kaget dan dengan sigap bangkit dari posisi duduknya menatap pria yang jauh lebih tua di hadapannya itu sedikit terkejut.

            “Papa? Kapan Papa datang?” tanya Cakka dan mengamati sekeliling ruangannya dengan tampang bingung. Pria gagah itu tampak tersenyum dan berjalan menghampiri Cakka yang kini sudah berdiri di hadapan mejanya.

            “Kamu ini, dari tadi Papa perhatiin melamun terus. Apa yang lagi kamu pikirkan sih? Sampai Papamu sudah ada di sini kamunya gak tau,” ucap pria itu dan kini merangkul erat pundak Cakka. Cakka tertawa pelan dan balas merangkul sang Papa.

            “Emmmm, Pa!” seru Cakka tak lama kemudian. Pria itu mengangkat wajahnya dan kini menatap wajah Cakka lekat. Dengan intonasi seperti itu pasti ada sesuatu yang penting yang Cakka ingin sampaikan padanya.

            “Aku udah nemuin calon menantu yang pas untuk Papa,” ucap Cakka sambil menepuk-nepuk pelan pundak sang Papa.

            “Serius?” sang Papa menatap Cakka tak percaya. cakka tersenyum cerah dan mengangguk pasti.

            ---

“Yang ini cantik gak?” tanya Shilla sambil berputar di hadapan Agni. Agni yang tadinya terlihat malas pun akhirnya bangkit dari posisi duduknya dan menatap Shilla lekat. Harus ia akui, kakak sepupunya itu memang terlihat anggun dengan gaun pengantin berwarna coklat yang melekat begitu sempurna di tubuh rampingnya.

            Agni mengangguk semangat. “Lo cantik banget kak,” seru Agni dan untuk pertama kalinya di rangkulnya lengan Shilla. Shilla tertawa pelan dan membalas rangkulan Agni.

            “Gue boleh tanya sesuatu gak, Kak?” tanya Agni kemudian. Shilla menoleh, menatap wajah Agni sekilas dan mengangguk kecil.

            “Lo sebenernya cinta gak sih, sama Kak Riko?” tanya Agni ragu sontak membuat Shilla sedikit terkikik dan mengacak pelan puncak kepala Agni.

            “Kok lo nanya begituan sih?” di tatapnya manik mata Agni.

            “Habis gue heran sama lo. Lo tau, kak Riko itu cinta mati banget sama lo. Dia setia selama 5 tahun pacaran, tapi lonya entah udah berapa ratus kali ngekhianati dia,” ucap Agni jujur dan lagi-lagi membuat Shilla tergelak.

            Shilla tersenyum dan kini menuntun Agni menuju salah satu sofa di sudut ruangan. “Ag, lo tau gimana sifat gue kan?” tanya Shilla sambil menepuk-nepuk pelan punggung tangan Agni. Agni mengangguk.

            “Gue. Dari dulunya itu tipe cewek yang memang suka jelalatan,” aku Shilla membuat Agni kali ini tergelak. “Tapi lo harus ingat, gue juga manusia. Cewek biasa yang juga pengen di cintai secara tulus. Bukan Cuma karena status gue anak seorang pengusaha atau pun karena fisik gue,” lanjut Shilla.

            “Dari semua cowok yang gue kenal, gue Cuma nemuin itu di Riko…. Dan Cakka,” ucap Shilla dan kali ini membuat kedua mata boneka Agni membulat lebar.

            “Cakka?”

            Shilla mengangguk.

            “Cakka itu temen lama aku, sebelum aku kenal sama Riko. Tapi beberapa tahun kami putus hubungan karena Cakka ngelanjutin studynya di luar negeri, dan kami baru ketemu lagi setahun yang lalu,” jelas Shilla.

            “Dia cinta pertama aku, Ag. Tapi…. Walau begitu bukan dia yang terakhir,” ucap Shilla. Agni tampak menaikkan satu alisnya menatap Shilla tak mengerti.

            “Aku tau Cakka tulus. Tapi aku gak bisa bohong juga, kalau aku udah benar-benar jatuh cinta sama Riko. Dan, 5 tahun bukan waktu yang singkat buat aku belajar mencintai dan mengerti Riko,”

            “Jadi lo lebih milih nyakitin Cakka dengan cara lo yang ngasih dia harapan kosong gitu?” potong Agni cepat. Dadanya mendadak bergemuruh.

            “Jangan salah faham, Ag. Gue udah ngomong sejujurnya sama Cakka tentang hubungan gue dan Riko. Gue juga gak habis pikir kenapa waktu itu Cakka gak keberatan gue jadiin yang kedua,” lanjut Shilla.

            “Itu karena dia benar-benar cinta sama lo, Kak,” ucap Agni dan tanpa sadar kedua matanya mulai tampak berkaca. “Lo…. Beneran gak ada rasa sedikit pun sama dia?” tanya Agni terbata. Shilla tersenyum manis sambil mengelus lembut pipi chubby Agni.

            “Beberapa tahun yang lalu mungkin ada. Tapi sekarang, rasa itu cukup sebatas rasa sayang gue untuk sahabat,” ucap Shilla bijak.

            “And, by the way, Ag. Kapan lo mau jujur soal perasaan lo sendiri?” tanya Shilla kemudian dan kontan membuat mata Agni kini terbelalak lebar.

            “Huh?”

            “Lo gak perlu ngeles. Mata lo, udah cukup ngasih jawabannya,”

            ---

Agni berdiri di sudut ruangan, menatap Shilla dan Riko yang berdiri bersisihan di depan pelaminan bernuansa pastel dengan tatapan berbinar. Agni tersenyum geli jika mengingat seberapa kesalnya ia dengan sepupunya ini. Namun sekarang, perasaan itu mendadak berubah jadi perasaan sayang dan bangga.

            “Lo berani jamin gak, kalau Shilla bakal setia dan pernikahan mereka bakal baik-baik aja sampai akhir?” Agni sedikit tersentak begitu sebuah suara menyusup gendang telinganya. Ia menoleh dan seketika mendelik sebal menatap Ify yang tengah bersidekap di samping kanannya.

            “Sialan lo, Fy. Ngagetin,” dumel Agni. Ify tak menggubris dan ia hanya menatap Shilla serius.

            “Shilla cantik banget ya,” gumam Nova dan di angguk setujui oleh Agni.

            “Dan gue harap sifat buruknya itu juga bisa berubah secantik wajahnya,” lanjut Ify. Agni dan Nova saling berpandangan lantas kedua gadis itu pun tergelak bersamaan.

            “Kenapa lo yang jadi senewen, Fy?” tanya Agni menatap sahabatnya itu heran. Ify hanya bergidik kecil dan dengan santai melenggang ke arah pelaminan.

            ---

“Sendirian aja?”

            “Cakka?” Agni terlonjak kaget saat mendapati Cakka kini tengah berdiri di sampingnya. Ia menatap sekeliling balkon yang saat ini memang begitu sepi. Setelah acara lempar bunga beberapa jam lalu dan kebetulan Agni yang mendapatkan bunga itu, ia pun memutuskan untuk menyendiri di balkon. Sumpek juga lama-lama berada di tengah keramaian.

            “Udah kebelet ya?” tanya Cakka melirik kearah buket yang berada dalam genggaman Agni dan menatap gadis itu dengan sorot mata jahil.

            “Eh?” dengan gerakkan cepat Agni menyembunyikan buketnya di balik punggung. “Tadi itu iseng ikutan aja kok. Gak ada ambisi buat mikirin itu. lagian, aku juga baru tamat sekolah,” ucap Agni dan kini menatap buket di tangannya sambil tersenyum.

            “Ini! Buat kamu aja,” seru Agni sesaat kemudian sembari menyodorkan buket bunganya ke arah Cakka. Cakka tampak menaikkan satu alisnya dan menatap Agni heran.

            “Buat aku?” tanya Cakka. Tangannya terulur perlahan untuk meraih buket bunga tersebut. “Kan kamu yang udah susah-susah dapetinnya, kok kasihin ke aku sih?” Cakka menatap lurus manik mata Agni.

            “Kamu lebih butuh ini dari pada aku. Nanti, kalau kamu udah menemukan seseorang yang pas di hati kamu, kamu boleh balikin bunganya sama aku,” terang Agni dengan wajah yang tampak berbinar.

            Cakka tersneyum manis. Ia yakin atas pilihannya kali ini, dan ia tak akan salah lagi. Tanpa ragu Cakka menerima buket bunga itu dan menghirup aromanya selama beberapa detik. Agni merasakan sesuatu seakan menusuk dadanya. Sepertinya memang kontrak yang di tuliskan takdir untuk mereka hanya sebatas guru dan mantan murid, untuk lebih dari itu, sepertinya tidak akan mungkin.

            Agni memutar tubuhnya perlahan. Berniat beranjak dan pergi menjauh dari hadapan Cakka detik itu juga.

            “Agni!” Agni menghentikan langkahnya. Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat dan perlahan sepasang tangan kekar merengkuh pundaknya dan menghadapkan tubuh mungilnya ke arah Cakka –kembali.

            “Ini, aku kembalikan!” Cakka menyodorkan kembali bunga tersebut pada Agni. agni tampak menaikkan satu alisnya dan menatap Cakka dengan dahi mengerut. “Aku sudah menemukan gadis itu,” ucap Cakka dengan wajah dan pancaran mata yang berbinar. Agni memaksakan diri menarik sudut bibirnya, namun mustahil, ia hanya tampak meringis dan akhirnya menundukkan kepalanya menatap buket bunga yang kini sudah kembali dalam genggamannya.

            “Dan sekarang…. Gadis itu tengah berdiri tepat di hadapan aku,”

            Agni mengangkat wajahnya dengan cepat. Kedua matanya tampak melebar dan menatap Cakka dengan sorot mata tak percaya.

            “Ma –maksud kamu?”

            Cakka menggerakkan tangan kanannya dan mengelus lembut pipi chubby Agni. “would you marry me?” tanya Cakka pelan, penuh penekan. Mendadak Agni merasakan sesuatu seakan menyetrumnya. Kakinya terasa lemas dan perutnya mendadak mulas.

            “Bapak gak sedang bercanda kan?” Agni nyaris berteriak. Shyok. Mataya mengerjab lucu dan kepalanya menggeleng kecil. Cakka terkikik geli melihat reaksi Agni. semakin ia eratkan cengkramannya di lengan Agni dan menarik gadis itu sampai menempel kembali padanya.

            “Aku Cuma lebih tua 4 tahun di atas aku. So, pleaseeee, berhenti panggil aku dengan sebutan itu,” ucap Cakka dan menatap tepat manik mata Agni. “Dan…. Aku serius. Aku sayang sama kamu, dan aku sedang melamar kamu sekarang,” lanjut Cakka dan kini mendekatkan wajahnya pada Agni perlahan.

            “Oke. Aku terima!” seru Agni dan dengan cepat menutup mulutnya dengan kedua tangan. Cakka menatap Agni dengan ekspresi jahil detik kemudian ia pun merengkuh tubuh mungil Agni seerat mungkin.

            “I love you,” bisik Cakka tepat di telinga Agni. Agni tertawa pelan dalam dekapan Cakka dan dengan erat membalas pelukkan Cakka.

            “I love you too,”

            ---

“Yesss, akhirnyaaaa. Gue pernah ngomong soal karma belum, Va sama lo?” ucap dan tanya Ify menatap Nova yang saat itu berdiri di sampingnya masih menatap ke arah balkon dengan senyum merekah. Nova menggeleng, menggerakkan kepalanya pelan masih dengan ekspresi bahagia.

            “Belum. Emang kenapa?” tanya Nova.

            “Nah, contoh nyata dari teori karma itu adalah Agni. masih ingat gak, waktu itu dia sempet ngomong kalau mustahil dia bisa jatuh cinta sama Pak Cakka?”

            Nova mengangguk antusian.

            “And see? Kenyataannya?” tanya Ify sambil menunjuk ke arah balkon dengan tampang berseri dan kini membuat Nova, Shilla dan juga Riko yang berdiri di sampingnya tertawa bersamaan.

_FIN_

Lohaaaaa. Enjoy read guesss? Pasti gak deh yah? Hahaha, harap maklum, emang kalo penulis amatir begini lah keadaannya. Mencoba lebih baik eeh tapi hasilnya malas selalu lebih jelek -___- *plak* . and gue sadar banget ini feelnya kurang guys. Huhu. but, I hope like it yah all. And one more, don’t be silince reader’s okey? Yang baca MINIMAL likenya dong yah ;)


@Cluvers_Agniaza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar