Kamis, 08 November 2012

Ags (Bag:A) "SS"

Ags (Bag:A) "SS"
oleh Zet Meirain T pada 30 Oktober 2012 pukul 22:29 ·
No way!” teriak gadis berwajah seperti boneka itu tanpa sadar dan dengan sigap berdiri dari duduknya menghadap seorang gadis berwajah tirus yang berdiri tegak sambil menyerigai di hadapannya. Gadis berwajah tirus itu tampak meringis samar sambil sesekali menganggukkan kepalanya sebagai isyarat pemohonannya agar si gadis boneka mau menyetujui ucapannya beberapa saat lalu.

            “Gak ah, Fy, aku gak mau!” seru gadis itu dan kali ini berusaha melepas wedges berwarna ungu soft  yang melekat di kedua kakinya.

            “Ag! Lo gak punya pilihan lain. Gue udah bilang sama potografernya, kalau lo yang bakal ngegantiin Shilla,” gadis berwajah tirus itu berkata dengan santainya sambil menggenggam erat kedua pundak gadis berwajah boneka itu.

            “Huh? Kamu becanda? Aku? Agnia Carina? Heh, kamu gila!” gadis yang biasa di sapa Agni itu tampak membulatkan matanya, menatap sosok berwajah tirus yang masih berdiri tegak di hadapannya dengan tatapan tak percaya sambil menggeleng kecil.

            “Kita gak ada pilihan lain lagi, Ag. Lima menit lagi, pemotretan harus udah di mulai. Ayolah, gue yakin lo pasti bisa,” gadis berwajah tirus itu menyemangati. Agni tampak mengatupkan mulutnya dan sepertinya ia tampak menggigit bibir bagian dalamnya senewen.

            “Aku ini editor, gak ngerti soal model-modelan,” Agni berdesis pelan sambil melepas kacamata frame yang membingkai mata coklatnya sambil memijit pelan batang hidungnya. Kepalanya mendadak pusing, melihat gadis cantik yang saat ini berdiri di hadapannya dengan wajah penuh harap.

            “Hey! Kalian sudah selesai?” Ify, si gadis berwajah tirus itu terkesiap kaget. Wajahnya tampak menegang. Tanpa memperdulikan lagi penolakan dari Agni, dengan sigap di tariknya si gadis boneka itu ke ruang ganti dan tanpa memperdulikan teriakkan-teriakkan yang terdengar frustasi dari bibir mungil itu, Ify pun tak lagi menghiraukannya dan dengan paksa mengenakan sebuah dress berwarna biru muda tanpa lengan dengan sebuah aksesoris berbentuk kupu-kupu, terbuat dari bahan renda menempel di pundak kanannya.

            Ify begitu telaten mendadani model dadakannya saat ini dan dengan hati-hati membantu Agni mengenakan sebuah heels berwarna putih dengan pita biru muda melilit di betisnya. Setelah selesai dengan pakaian dan sepatu yang Agni kenakan, dengan sigap Ify kembali menyeret Agni ke depan meja rias untuk memberikan make up di wajah yang saat ini terlihat pucat.

            “Fy, sebelumnya aku gak pernah pakai make up. Kalau nanti aku alergi atau pun efek samping yang nanti aku terima akibat makeupan kamu ini, kamu kudu tanggung jawab,” Agni mendumel sambil memelototi wajah Ify dari cermin. Ify tak menggubris dan dengan lihai ia mulai membubuhkan bedak tipis di wajah Agni dan memoleskan lipgos berwana pink lembut di bibir mungil Agni yang terlihat pucat dan kini terlihat sedikit mengkilat. Rambut panjang Agni ia biarkan tergerai, menutupi punggung putihnya yang terbuka, dan menarik sedikit bagian rambutnya dari sisi kanan dan kiri, kemudian menariknya menjadi satu dan menempelkan sebuah hiasan rambut yang terbuat dari mutiara-mutiara kecil di kepala bagian belakangnya dan menata poni Agni ke samping kanan.

            Setelah sepuluh menit, akhirnya Ify pun selesai mendandani Agni. ia tersenyum puas melihat hasil karyanya. Gadis biasa yang selalu mengenakan kaos oblong dan celana jins itu kini telihat begitu luar biasa. Tidak salah kalau selama ini Ify selalu menyebutnya sebagai boneka barbie. Agni sangat cocok dengan tema pemotretan kali ini. Wonderland. Agni terlihat seperti thumbelina, peri mungil yang sangat lucu dalam serial barbie favorit Ify.

            “Oke. Selesai. Sekarang lo bisa lihat cermin!” seru Ify dengan bangganya. Masih dengan gerakkan malas Agni bangkit dari duduknya, ia agak sedikit goyang saat berdiri karena tidak terbiasa dengan heels. Pelan-pelan Agni memutar tubuhnya menghadap cermin, dan dalam hitungan detik kedua mata sipit Agni terbelalak lebar, menatap tak percaya banyangan yang saat itu berdiri tegak dan terlihat begitu anggun. Agni meneguk dengan sukar ludahnya dan berusaha melirik Ify dengan gerakkan kaku.

            “Kamu pakai sihir apa, Ify? Sumpah yah, ini itu bukan aku banget,” Agni berujar kagum. Ify hanya tertawa pelan sambil menepuk pundak Agni.

            “Ini itu bukan sihir. Ini nyata, Ag. Dan ini lo,” Ify berkata dengan bijak sambil menatap lekat manik mata Agni.  “Lo harus tampilin yang terbaik. Buat mereka semakin kagum sama lo,” lanjut Ify. Agni pun tersenyum ragu dan dengan gerakkan pelan mengangguk.

            ---
Semua mata menatap Agni dengan mata melotot. Tak ada satu orang pun dari mereka yang dapat mengenali wajah cantik itu. seorang pemuda tampan, yang mengenakan stelan kemeja dan aksesoris sama seperti Agni perlahan bangkit dari duduknya, menatap tercengang bidadari yang saat ini berdiri dalam jarak 5 langkah di hadapannya.

            “Dia…

            “Panggil saja saya Ags,”ucap Agni cepat sebelum Ify menyebutkan namanya. Ify menoleh cepat pada Agni sambil mengerutkan dahinya menatap rekannya itu bingung.

            “Ags?” pemuda berwajah super tampan itu bertanya ragu. Agni sempat merasakan jantungnya berdetak tak karuan saat berhadapan langsung dengan sosok yang selama ini selalu ia kagumi lewat foto-foto, brosur, poster dan video yang selama ini ia edit. Agni nyaris saja limbung sangkin shocknya bahwa saat ini ia memang berdiri berhadapan langsung dengan sosok idolanya itu.

            “Ayo cepat kamu ke sini! Kita belum mengambil gambar sama sekali,” suara potografer mengembalikan Agni kealam sadar. Ia tampak mengerjab dan dengan langkah pelan berjalan memasuki studio di mana  seorang pemuda sudah berdiri tegak sambil membenarkan jas brithnes stylenya yang sedikit bergeser dari tubuhnya.

            Agni menghembuskan napas berkali-kali. Tubuhnya mendadak bergetar. Sejujurnya ia sangat gugup jika harus tampil di depan banyak orang seperti ini dan di tuntut untuk berpose. Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, Agni tak menyadari ada kabel yang melintang di hadapannya. Tubuh Agni limbung ke depan dan nyaris saja membentur lantai kalau saja pemuda itu tidak dengan cepat bereaksi dan menangkap tubuh mungil Agni.

            Beberapa pasang mata tampak terkejut melihat insiden barusan. Sementara sang potografer menatap lekat kearah keduanya dan tanpa fikir panjang langsung mengangkat kameranya dan mengambil fose keduanya beberapa kali jepret. Sang fotografer melirik kameranya, seulas senyum tercetak jelas di wajahnya yang sedari tadi tampak begitu letih. Gambar yang ia dapat terlihat begitu bagus dan natural. Wajah pemuda itu tampak tersenyum manis sambil memeluk pinggang gadis yang ia tau bernama ‘Ags’ itu dengan erat, sementara gadis itu mencengkram lengan kekar pemuda itu dengan ekspresi wajah terkejut.

            “Kalian benar-benar kelihatan serasi,” gumam sang potografer beberapa saat kemudian membuat Agni tersadar dan cepat-cepat ia menjauhkan diri dari pemuda itu.

            “Cakka,” Agni tampak mengerutkan dahinya, saat melihat pemuda itu tiba-tiba saja mengulurkan tangan ke arahnya dan menatap lekat wajah tampan itu. Cakka tersenyum manis, membuat Agni nyaris meleleh. “Sebelum kita mulai kerja bareng, sebaiknya kita saling kenal dulu,” Cakka menjelaskan saat melihat raut bingung masih tercetak di wajah Agni. Agni pun tampak tersenyum simpul dan akhirnya menerima uluran tangan Cakka.

            “Ags,” gumam Agni pelan. Cakka tampak tersenyum penuh arti, menatap tanpa berkedip wajah boneka barbie yang saat ini berdiri di hadapannya.

            ---
Pemotretan selesai sejam yang lalu. Agni tampak duduk di sudut ruang ganti sambil meniup-niup poninya. Jujur dia benar-benar gugup saat di foto bersama Cakka dalam berbagai pose tadi. Agni tampak menggigit bibir dalamnya saat menyadari jantungnya berdetak tak karuan dan memukul pelan dahinya beberapa kali.

            “Kamu punya hobi aneh ya? Mukulin kepala sendiri,” Agni terkesiap kaget dan dengan cepat mengangkat wajahnya saat mendengar sebuah suara menyusup gendang telinganya. Mata coklat Agni membulat lebar, menatap kaget sosok Cakka yang saat ini berdiri sambil tersenyum tepat di depannya.

            Senyum Cakka tampak semakin lebar melihat raut wajah Agni sambil menyodorkan sebotol minuman ke arah gadis itu.

            “Buat…. Aku?” tanya Agni ragu. Cakka mengangguk sambil menggeret kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri tepat ke samping Agni. “Serius?” tanya Agni sekali lagi, menatap tepat manik mata Cakka penuh binar.

            Cakka mengangguk. Dengan sedikit canggung Agni pun menerima botol yang sudah terbuka itu dari Cakka. ia tersenyum sekilas, kemudian meneguk isinya sedikit. Tanpa sadar Agni menghembuskan napas berat sambil sedikit merunduk dan memijit betisnya yang mendadak terasa pegal.

            Cakka melirik ke arah kaki Agni yang masih mengenakan heels mewah super tinggi itu. ia tampak menggeleng pelan, tersenyum manis dan menggaruk pelipisnya yang sama sekali tak gatal.

            “Aku heran, kenapa sih cewek betah banget pakai sepatu yang lebih cocok di sebuh alat pembunuh itu kemana-mana, dari pada makai sepatu yang lebih nyaman?” tanya Cakka sambil menatap ke arah kaki Agni.

            Agni tampak mengeryitkan dahinya dan detik kemudian ia tertawa pelan mendengar pertanyaan Cakka. wajah pemuda itu terlihat begitu lugu saat mengatakannya. Baru saja Agni hendak menunduk lagi, Cakka sudah mendahuluinya. Pemuda itu berjongkok di hadapan Agni dan membatu gadis boneka itu menanggalkan heels dari kakinya.

            “Sejujurnya aku gak suka pakai sepatu kayak gini,” gumam Agni kemudian sambil menggembungkan pipinya. Cakka menengadah. Wajah Agni terlihat begitu menggemaskan, membuatnya tampa sadar terus saja menyunggingkan senyum dengan dosis yang terlalu berlebihan setiap menatap wajah cantik gadis di hadapannya ini.

            “Tapi kamu cantik pakai heels,” gumam Cakka. Agni yang beberapa saat lalu menatap langit-langit ruangan kini menunduk, menatap tepat manik mata Cakka dengan perasaan terkejut.

            “Hem?” hanya itu yang mampu Agni katakan.

            “Better?” tanya Cakka sesaat kemudian sambil mengurut pelan pergelangan kaki Agni. Agni terkesiap kaget, dan berusaha menjauhkan kakinya dari jangkauan Cakka.

            “Ahhh. Cakka, jangan! Aku gak papa kok,” ucap Agni sungkan.

            “Kaki kamu udah kelihatan bengkak kayak gitu, dan bohong banget kalau keadaannya baik-baik aja,” ucap Cakka tak menghiraukan tatapan tak enak dari Agni. ia tersenyum manis menatap wajah lugu Agni dan masih sibuk mengurut pelan betis dan pergelangan kakinya.

            ---

“Sumpah, Fy, hari ini aku ngerasa kayak gak nginjek bumi tau gak!” Agni berseru dari dalam kamarnya sambil membersihkan wajahnya dari sisa make up. Ify yang sedari tadi sibuk di dalam dapur kini berjalan memasuki kamar Agni sambil menggenggam secangkir coklat panas.  Ia bersandar di sudut pintu, menatap sahabatnya itu dengan senyuman penuh arti.

            “Gue heran deh sama lo, Ag, kenapa sih tadi itu lo gak ngaku aja sebagai Agni? kenapa harus nyamar pakai nama Ags segala?” Ify berucap bingung. Ia menyerut sedikit coklat panasnya dan berjalan menghampiri meja rias, menatap Agni yang masih sibuk membersihkan wajahnya dengan kapas.

            Agni menghentikan gerakkan tangannya dan langsung menatap Ify dengan tatapan setengah jengkel. Matanya tampak melotot.

            “Kamu bercanda? Aku belum siap untuk di pecat, Fy. Aku cinta pekerjaanku, dan aku bisa gila kalau Cuma karena hal sepele ini aku harus sampai di pecat,” Agni berkata dengan nada kesal. Ia sudah selesai dengan wajahnya dan kini berjalan menuju lemari, bersiap menggati gaun cantik yang masih melekat di tubuhnya dengan kaos oblong kesayangannya.

            Ify terkikik kecil. “Ag Ag, lo itu jadi cewek kolot banget sih. Hey, lo pikir dengan lo jadi editor sampai lo tua, itu bisa memperbaiki nasib lo apa, huh?” Ify mulai terlihat geram. Agni yang baru saja hendak menanggalkan gaunnya kembali menoleh menghadap Ify dan menatap sahabatnya itu dengan mata menyipit.

            “Tapi aku lebih cinta pekerjaanku sekarang ini, Ify,” Agni tak mau kalah. Kembali ia memutar tubuhnya menghadap cermin, tak menghiraukan tatapan Ify yang kali ini terlihat menyelidikinya.

            “Ehemmmm. I know you. Pasti ini semua ada hubungannya sama Cakka kan?”

            “Auuh!” Agni mengadu saat ia tanpa sadar menarik resleting hotpansnya terlalu kuat. Ia menatap Ify dari cermin dengan mata melebar. “Maksud kamu?” tanya Agni dengan ekspresi wajah bingung. Ify tampak tersenyum misterius sambil memainkan gelas kosong di tangannya.

            “Ag, gue rasa lebih asik kalau lo tuh berimajinasi langsung di hadapan orangnya, dari pada lo berimajinasi hanya lewat lembar-lembar foto,” ucap Ify dengan satu kerlingan mata dan kemudian ia beranjak keluar kamar. Wajah Agni tampak kaget, dan dengan cepat ia memutar tubuhnya menghadap pintu berharap masih melihat punggung Ify di ujung kamar.

            “Hey, aku gak suka berimajinasi,” teriak Agni dari dalam kamar, membuat Ify yang saat ini sudah berada di dapur terkikik geli.
            ---
“Sayang banget gue Cuma bisa ngeliat lo kayak barbie sehari doang,” Ify berucap dengan ekspresi wajah kecewa sambil menikmati sarapan paginya. Agni yang baru saja selesai bersiap tampak menggeleng dan tersenyum kemudian menarik kursi yang berada di samping Ify.

            “Semua perlengkapan potonya nanti aku kembaliin langsung ke kantor atau ke kamu, Fy?” Agni berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Ify yang dari tadi hanya sibuk menatap piring nasi gorengnya kini mengangkat wajah dan menatap Agni lekat.

            “Buat lo aja. Lagian itu gaun ukurannya memang sengaja gue disain khusus buat lo,” ucap Ify sambil mengerlingkan satu matanya pada Agni, membuat Agni nyaris saja tersedat susu coklatnya.

            “Apa? Jadi kamu memang sudah merencanakan aku yang bakal jadi model pengganti Shilla, gitu?” Agni menatap Ify tak percaya. gadis berwajah tirus itu tampak tertawa pelan sambil mengacungkan tangannya sebagai tanda peace di udara.

            “Sorry, Ag. Habis gue suka banget sama wajah lo. cute. Dan gue rasa –dan memang kenyataannya, muka lo itu cocok banget sama konsepnya Mbak Nova ini,” jelas Ify lagi dan mengerlingkan matanya. Agni hanya menggeleng kecil sambil menghela napas dan dengan pelan melahap sarapannya.

            “Dan aku harap kejadian kayak kemaren gak akan terulang lagi,” gumam Agni sambil memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Ify melirik Agni sekilas kemudian ia tampak tersenyum simpul.

            ---
“Jadi… temen kamu yang namanya Ags itu udah balik ke Aussi?” tanya Nova menatap Ify dengan raut wajah kecewa. Ify tampak meringis dan menatap Agni yang berdiri di sampingnya dengan raut wajah yang susah di artikan.

            Ify mengangguk. “Iya, Mbak. Dia juga lagi ada kerjaan di sana. Jadi semalam begitu kelar semuanya dia langsung cabut,” terang Ify yang jelas-jelas berbohong. Untung saja tadi saat sarapan pagi Agni sempat mengingatkan Ify tentang hal ini, jadi dengan naturalnya tanpa membuat siapa pun curiga Ify bisa dengan mudah mengarang cerita seperti sekarang ini.

            “Maaf, Mbak? Kalau saya boleh tau, ada apa ya Mbak nanyain Ags?” tanya Ify yang mulai tampak penasaran dan melirik Agni. gadis boneka itu tampak sedikit gelisah sedari tadi sambil sibuk membenarkan duduk kacamatanya.

            Nova tampak menghela napas sambil mengurut pelan pelipisnya dan berjalan menuju kursinya. “Cakka mau untuk beberapa kali pemotretan ke depan dia di pasangkan dengan Ags,” ucap Nova menatap Ify dengan pandangan penuh harap.

            Agni yang sedari tadi berdiri di samping Ify tanpa sadar terbatuk dan matanya tampak melotot, membuat Nova yang sedari tadi hanya terpaku pada Ify kini melirik si gadis mungil yang juga berdiri di hadapannya itu.

            “Are you key, Ag?” tanya Nova khawatir melihat raut wajah karyawannya itu yang mendadak pucat. Agni nyaris saja membelalakkan matanya saat mendengar Nova menyebutkan namanya.

            Agni tersenyum kaku sambil menggeleng cepat. “Gak papa, Mbak. Emmm, maaf, apa bisa saya mengambil hasil poto yang kemarin? Saya akan mulai mengeditnya dengan sebaik mungkin kalau memang semuanya sudah selesai,” Agni berusaha terlihat tenang. Ify melirik dan menatap Agni sedikit was-was.

            Nova menatap lekat wajah Agni selama beberapa menit membuat keringat dingin menyucur dari wajahnya. Dengan paksa ia menarik sudut bibirnya dan detik kemudian Nova pun mengangguk sambil tersenyum dan menyerahkan sebuah card memory pada Agni. dengan sigap Agni meraihnya.

            “Terima kasih, Mbak!” seru Agni dan cepat-cepat berjalan keluar dari ruangan Nova.

            ---

Agni menutup pintu ruangan Nova perlahan. Ia menghela napas lega dan dengan gerakkan cepat memutar tubuhnya hendak berjalan menuju area teritorialnya. Namun Agni tersentak kaget saat tiba-tiba tubuh seseorang kini sudah berdiri tegak tepat di hadapannya, membuat hidung Agni membentur dada bidang itu dan membuatnya hampir saja terjatuh. Sosok itu dengan sigap menahan pinggang Agni.

            Kedua mata Agni membulat lebar saat kedua matanya yang tersembunyi di balik frame mengenali siapa orang yang saat ini tengah memeluknya, menatapnya dengan raut wajah seakan berfikir, dan perlahan sosok itu berusaha membantu Agni membenarkan posisi berdirinya.

            “Ummm. Maaf,” ucap Agni cepat sambil membungkukkan kepalanya penuh sesal. Sosok terbut tampak tersenyum manis.

            “Seharusnya kamu bilang terima kasih,” ralatnya. Agni memberanikan diri menatap kembali wajah itu dan menatapnya lekat.

            “Huh?” Agni masih tampak shock. Sosok itu masih tersenyum manis sambil menggeleng kecil. Tak lama sebuah suara dari dalam ruangan Nova menyerukan namanya, setelah menggumamkan kata pamit ia pun berjalan melewati Agni memasuki pintu, meninggalkan si gadis boneka itu dengan wajah yang masih tampak terkejut dan jantung yang berdetak semakin tak menentu.

            ---

Agni tersenyum sendiri melihat hasil potoya dan Cakka beberapa hari yang lalu. Ia sampai bingung dan canggung saat mengedit poto-poto itu agar menjadi satu pake album dan poster-poster bagus yang siap untuk pasarkan.

            Agni menghentakkan punggungnya di sandaran kursi. Tangannya mulai bergerak menggenggam mouse dan menari-nari lincah di atas keyboard. Ia harus profesional. Dia harus menyelesaikan semua pekerjaannya dengan baik.

            Baru saja Agni hendak membuka layout pada layar deskopnya, seseorang tiba-tiba saja memasuki ruangannya dan dengan santainya berdiri tepat di belakang Agni yang masih sibuk memandangi beberapa poto dirinya dan Cakka.

            “Bisa tolong printkan satu yang ini,”

            Agni terlonjak kaget dan dengan sigap memajukan kepalanya sebelum menoleh untuk melihat siapa seseorang yang saat ini sudah berdiri tepat di belakangnya. “Cakka?” Agni membelalak tak pecaya. Cakka tersenyum manis kemudian menarik kursi agar lebih dekat pada Agni dan menatap layar deskop tak berkedip.

            Agni sampai di buat sulit menelan air liurnya saat itu.

            “Kenapa kamu ada di sini? Bukannya kamu masih harus berada di ruangannya Mbak Nova?” tanya Agni bingung yang mulai sibuk memilih-milih poto terbaik menurutnya.

            “Tunggu!” seru Cakka sambil menahan genggaman Agni pada mouse dan itu kontan membuat dada Agni semakin berdebar tak karuan. Agni baru saja hendak memiringkan kepalanya ke arah kiri agar bisa melihat wajah Cakka namun ia urungkan karena jarak itu terlalu dekat dan akan sangat berbahaya.

            “Aku mau poto ini. Bisa kamu printkan sekarang?” seru dan tanya Cakka penuh semangat. Agni terlihat ragu. Ia tampak berfikir, kemudian mengangguk kaku sambil mengeklik tombol print pada gambar dengan pose saat Cakka memeluk pinggangnya ketika Ags –yang Cakka pikirkan- akan terjatuh.

            “Ini!” Agni menyodorkan sebuah printout sebesar kartu post pada Cakka. dengan wajah berbinar Cakka meraihnya dan menyimpan poto itu di balik jasnya.

            “Thanks,” gumam Cakka dan kini di tatapnya wajah gadis di sampingnya itu selama beberapa detik. Sejenak pandangan Cakka jatuh terjutu pada sebuah anting berbentuk kupu-kupu dengan mutiara kecil yang menggentung di telinga kiri Agni.

            “Oke. Sama-sama,” seru Cakka membuyarkan lamunan Cakka. Cakka tersenyum sekali lagi kemudian beranjak pergi dari ruangan Agni.

            Agni menghembuskan napas sekuat mungkin selepas kepergian Cakka sambil menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan hentakkan kuat, dan mengusap wajahnya bingung.

            ---

“Gue juga gak ngerti, Ray. Tapi yang jelas, gue ngerasa cewek ini beda banget,” Cakka menatap lekat poto dalam genggamannya sambil menyeruput wine di tangan kanannya. Ray yang duduk di balik piano menatap sahabatnya itu sambil tersenyum.

            “Kapan sih lo bersikap kayak gini sama patner kerja lo?” tanya Ray dengan tatapan menggoda. Cakka meneguk winenya hingga habis kemudian menggeleng pelan.

            “Gue juga gak tau. Tapi yang jeas gue ngerasa beda aja sama dia. Dia gak seagresif Shilla. Gak seheboh Oik. Gak semenor Angel. Gak senorak Keke. Dan yang pasti dia beda banget dari semua cewek yang pernah jadi pasangan gue,”terang Cakka menatap semakin dalam poto dalam genggamannya sambil tersenyum penuh arti, membuat Ray yang kini berjalan ke arahnya menggeleng kecil.

            Ray menghempaskan tubuhnya di sofa tepat di samping Cakka dan menepuk pelan pundak Cakka sambil di remasnya pelan. “Kayaknya lo udah jatuh cinta sama itu cewek,” gumam Ray.

            Cakka terkikik kecil sambil menggeleng dan mengacak rambutnya yang bergaya spike itu kasar. “Yah. Gue rasa. Gue suka senyumannya. Dan gue gak bisa ngelupain mata coklat itu, tubuh mungilnya, dan harum stoberi di tubuhnya,” ucap Cakka menerawang.

            “Cakka Cakka. gue gak nyangka. Cewek yang belum genap satu hari lo kenal, udah bikin lo sampai tergila-gila kayak gini,” Ray berujar sambil tertawa pelan. Cakka pun ikut tertawa dan mengisi kembali gelas winenya kemudian meneguknya hingga habis.

            ---
“Jadi lo serius, Cakka minta lo ngeprint-in poto kalian itu?” Ify nyaris saja berteriak, memandang Agni dengan tatapan tak percaya. sementara Agni, ia tampak meringis sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibir dan memandang sekeliling kantin dengan perasaan was-was.

            “Bisa gak sih kamu gak teriak-teriak kayak gitu?” ucap Agni menatap Ify geram. Ify pun tampak menyeringai dan beberapa kali menggumamkan kata maaf menatap Agni dengan tatapan menyesal.

            “Oke. Jadi, beneran?” tanya Ify lagi kini dengan nada suara nyaris berbisik. Agni meneguk orange juice pesanannya dan mengangguk sekali. “Terus lo kasih?” Ify semakin terlihat antusias. Agni menyuapkan sepotong bakso ke dalam mulutnya dan kembali mengangguk.

            Ify tampak takjub, sambil menatap lekat wajah sahabatnya itu. “Gue ngerasa Cakka itu tertarik sama lo deh, Ag,” gumam Ify tiba-tiba membuat mata sipit Agni membulat lebar.

            “Ralat. Ags lebih tepatnya,” ucap Agni menatap tegas manik mata Ify.

            “Ya sama aja. Ags itukan juga lo,” seru Ify bersikeras.

            “Iya. Tapi yang Cakka lihat itu Ags. Cewek cantik super anggun dan glamour. Bukan gue, Agni. cewek cupu yang biasa-biasa aja,” terang Agni. ify menatap sahabatnya itu dengan mata menyipit seakan ia siap menelan Agni detik itu juga.

            “Lo ngomong apa sih, Ag, huh? Hey, lo, sama Ags itu gadis yang sama. Bedanya, waktu itu Cuma karena lo di dandanin doang. Kalau lo mau, kapan pun lo juga bisa muncul sebagai Ags,” Ify menatap Agni geram. Aneh. Kenapa sih sahabatnya ini terlalu suka merendahkan diri.

            “Fy, bisa gak sih kecilin sedikit suara kamu itu,” Agni kembali terlihat waswas.

            Ify menghela napas berat. “Oke. dan sekarang bagaimana? Mbak Nova mau kamu muncul sebagai Ags lagi,” ucap Ify kembali merendahkan nada suaranya dan kali ini kontan membuat Agni tanpa sadar berteriak.

            “APA?”

            ---
No!” Agni menolak tegas bujukkan Ify. Sudah dua hari ini sahabatnya itu terus saja membujuknya. Pasalnya lusa adalah hari pemotretan, dan semuanya bisa kacau berantakkan kalau Agni sampai tidak mau jadi pasangan Cakka. Kali ini ada beberapa disainer terkenal yang menginginkannya dan Cakka untuk menjadi model katalog mereka. Mereka langsung jatuh hati saat melihat poto pertama Agni di pasang saat pameran busana beberapa minggu lalu.

            “Ag, ayolah. Gue janji ini yang terakhir. Setelah itu gue bakal bilang ke Mbak Nova kalau lo gak bisa lagi buat di poto,” Ify masih berusaha membujuk Agni. Agni yang sedari tadi sibuk di depan laptopnya kini bangkit dan berjalan menuju kamarnya.

            “Ag, gue udah tanda tangani kontrak. Dan kalau lo nolak, gue harus bayar uang ganti rugi sebesar 1,5 M,” ucap Ify dari ambang pintu kamar Agni dengan suara nyaris bergetar, kontan membuat Agni yang sedari tadi tak memperdulikannya berjalan keluar kamar dan menatap Ify dengan mata melotot lebar.

            “Apa? Kamu udah tandatangani kontrak?” tanya Agni tak percaya. ify tampak menunduk sembari mengangguk samar. “Astaga Ifyyyyyy. Kamu kenapa gak ngomong dulu sih sama aku?” Agni mulai tampak frustasi. Ify memberanikan diri mengangkat wajahnya dan kembali menatap Agni.

            “Ini aja gue ngomong lonya gak mau dengerin, Ag,” Ify berusaha membela diri. Agni menatap Ify dengan mata menyipit. Gemas bener dengan tingkah sobatnya itu.

            ---
Oke. Agni kembali terjebak disini. Kali ini ia mengenakan kebaya gantung dengan bawahan kain sebatas lutut. Agni tampak begitu anggun dengan rambut panjangnya yang di buat keriting spiral di sampirkan ke bahu kirinya. Sepasang heels berwarna emas, senada dengan kebaya yang ia kenakan melekat di kedua kaki jenjangnya.

            Untuk kesekian kalinya Agni merasa sulit bernapas setiap saat berhadapan dengan Cakka. saat ini Cakka terlihat sangat cute, dengan jas motif batiknya yang terlihat begitu serasi bila berdiri berdampingan dengannya.

            “Huaaa. Sangat cantik sekali. Kalian cocok mengenakannya. Ini salah satu koleksi baju pengantin koleksi saya,” Sivia, selaku disainer dan seseorang yang berpengaruh penting dalam proyek ini bergumam senang saat melihat pakaian hasil rancangannya kini sudah melekat sempurna di badan Cakka dan Agni.

            Agni tampak tersenyum canggung dan hanya mengangguk kecil menanggapi.

            “Hai, kamu kemana aja sih? Mendadak menghilang dan bikin kangen setengah mati,” ucap Cakka tak lama, membuat Agni tanpa sadar tersenyum begitu manis dan membalas tatapan lembut Cakka. “Apa kabar?” Cakka mengulurkan tangannya pada Agni. tanpa ragu Agni pun mengulurkan tangannya menjabat uluran tangan Cakka.

            “Baik. Kamu?” ucap dan tanya Agni. tanpa sadar Cakka meremas pelan jemari Agni dan tak melepaskannya selama beberapa menit.

            “Jauh lebih baik setelah ketemu kamu,” jujur Cakka. Agni tertawa pelan, menatap lekat wajah Cakka. “

            “Oke guess, bisa kita mulai?” Cakka dan Agni terkesiap. Sedikit merasa jengkel saat mendengar suara bariton Alvin selaku potografer mereka itu membahana. Mau tak mau Cakka menoleh, tersenyum manis dan mengangguk, kemudian ia menarik lembut pergelangan tangan Agni dan menuntun gadis itu memasuki studio.

            ---
Well, gue gak nyangka kalau ternyata lo bisa juga jadi model,” Agni memutar cepat tubuhnya dan menatap sosok gadis yang berdiri bersidekap di hadapannya itu dengan mata melotot lebar. Ia nyaris saja terjerembab di lantai kalau tidak cepat mencengkram tepi westafel. Wajah Agni terlihat pucat.

            “Shi –lla?”

            “Hai Agni,” Seru Shilla dengan senyuman sinis tersungging di sudut bibirnya. Ia maju, semakin mendekat ke arah Agni yang kini semakin terpojok di sudut westafel.

            “Ka –kamu…”

            “Heran kenapa gue bisa tau?” potong Shilla menatap wajah Agni penuh kemenangan. Agni ingin sekali bersuara, tapi mendadak suaranya lenyap begitu saja. Shilla tertawa pelan melihat ketakutan di wajah Agni.


“Iya. Tapi yang Cakka  lihat itu Ags. Cewek cantik super anggun dan glamour. Bukan gue, Agni. cewek cupu yang biasa-biasa aja,” Shilla menghentikanlangkahnya di depan kantin saat tanpa sengaja ia mendengar seseorang menyebut-nyebut nama Cakka. sejenak ia mengurungkan niatnya hendak menuju ruangan Nova beberapa saat lalu untuk meminta klarifikasi atas pembatalan beberapa kontrak kerjanya di majalah mereka.

Pelan-pelan Shilla berjalan memasuki kantin dan tanpa kedua gadis itu sadari ia berdiri di balik sebuah stand yang cukup dekat dengan meja mereka.

            “Lo ngomong apa sih, Ag, huh? Hey, lo, sama Ags itu gadis yang sama. Bedanya, waktu itu Cuma karena lo di dandanin doang. Kalau lo mau, kapan pun lo juga bisa muncul sebagai Ags,”

            Kedua mata Shilla membulat lebat. Mulutnya sedikit menganga tak percaya mendengar apa yang baru saja ia dengar. Wajahnya tampak begitu marah. Cakka tiba-tiba saja –seminggu lalu- mendatangi apartemennya dan mengatakan kalau untuk beberapa pemotretan tak akan membutuhkannya lagi, karena dia sudah punya rekan kerja bernama Ags. Ags yang Shilla kira adalah seorang model terkenal dan profesional sepertinya. Namun ternyata pikirannya salah dan jauh meleset, kontan hal itu membuatnya merasa terhina. Bisa-bisanya dia kalah saing dengan seorang gadis biasa-biasa yang kesehariannya hanya berkutat di depan komputer seperti ini?

            Dengan langkah geram Shilla memutar tubuhnya dan untuk sementara mengurungkan niat untuk bertemu dengan Nova.

            Agni terbelalak mendengar penjelasan Shilla. Wajahnya yang tadi tampak ceria terlihat pucat pasi dengan tangan dan kaki yang mulai terasa bergetar.

            “Sekarang lo lebih baik pergi, atau gue bakal bongkar semuanya,” Shilla berkata dengan tenang namun kalimatnya benar-benar menusuk. Mata Agni mendadak perih. Dadanya bergemuruh hebat. Bukan. Sekarang bukan takut di pecat. Tapi Agni merasa takut kalau seandainya Cakka dan yang lain tidak mempercayainya. Tuhaaaan, apa sekarang yang harus aku lakukan. Bantinnya, menatap Shilla waswas. Airmata itu mulai tampak menggantung di sudut matanya.

            “Ayo, pilih!” tantang Shilla. Agni menggigit bibir bagian dalamnya berusaha berfikir sambil memejamkan matanya selama beberapa detik sebelum akhirnya ia menyerukan keputusannya.

            ---
Ify, Nova, Sivia, Alvin, Ray, Cakka dan beberapa kru tampak terkejut saat melihat Shilla kini tengah mengenakan kebaya bermodel gaun berwarna hijau keluar dari ruang ganti. Gadis itu tersenyum cerah sambil menatap semuanya satu persatu dengan perasaan senang.

            “Shilla? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Nova, selaku kepala redaksi majalah menatap sosok Shilla dengan tatapan tak percaya. begitu pula Ify yang terlihat shock dan Cakka tampak heran dengan dahi mengerut.

            “Bukannya Ags yang bakal poto sama gue?” seru Cakka sambil mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Shilla tersenyum manis dan dengan langkah pasti berjalan menghampiri Cakka sambil meraih lengan pemuda itu.

            “Dia udah pergi tuh. Katanya dia capek. So, dia minta aku gantiin dia,” jelas Shilla yang sudah pasti berbohong. Cakka tampak menyipitkan matanya menatap Shilla dan dengan kasar menepis cengkraman Shilla di lengan kanannya.

            “Ahhh. Yasudah, kita ambil aja gambarnya. Nangungkan, tinggal satu baju ini,” seru Alvin yang mulai terlihat lelah. Cakka baru saja hendak menolak ketika Nova dan Ray berusaha menahannya agar menyelesaikan pemotretan sore ini juga. Akhirnya dengan berat hati Cakka pun memilih untuk menjalankan pemotretan terakhirnya bersama Shilla.

            ---


Continue….

Hehehehe. *nyegirwatados*. Sebelumnya, Rain minta maaf yah kalau kemarin-kemarin sempat marah-marah gaje. Yihihi. Eh iyah, maaf yah, ini cerpennya udah jadul banget. Aku males post dari kemarin. But, berhubung Yaza ulang tahun, aku post deh yah. Hehehe. Haloooo  Yaza, udah yah kadonya :p. tapi maaf banget kalau jelek, bersambung pula itu :p hehehehe. Absurd juga -___-. Okeoke, enjoooy yah :D

@Cluvers_Agniaza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar