Kamis, 08 November 2012

All for One Love… (Bag:B) "SS"

All for One Love… (Bag:B) "SS"

oleh Zet Meirain T pada 21 Oktober 2012 pukul 1:04 ·

Sumpah yah, malam ini gue males banget post. Pala gue mumet mampus. Masalah gue bejibun. Jantung gue nyinep-nyenep mulu. Ngedit ini cerita juga udah gak pokus. Seraaah. Ini SS terakhir gue yah. Sorry aja kalau ancur!!




---

“Via?” Via terkesiap kaget saat sebuah sentuhan yang sangat ia rindukan menyentuh pergelangan tangannya. Sivia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Mata bulatnya melebar kaget. sosok yang begitu ia rindukan kini berdiri tepat di hadapannya sambil memandangnya dengan tatapan yang sulit di baca.

            Tanpa sangka, sosok itu menarik tubuhnya dan merengkuh tubuh gemuknya dengan erat sambil mengecup hangat puncak kepalanya membuat Sivia terlonjak kaget.

            “Aku gak bisa kehilangan kamu, Vi. Aku gak bisa. Aku cinta banget sama kamu,” bisik sosok itu tepat di telinga Sivia. Mata Sivia masih tampak membulat lebar. Sosok itu semakin mengeratkan pelukkannya dan perlahan-lahan Sivia pun akhirnya menggerakkan kedua tangannya dan membalas pelukan itu.

            “Aku dan Shilla sudah bicara sama orang tuaku, Vi. Dan mereka ngerti. Mereka minta maaf sama kamu karena udah nyakitin kamu,” bisik sosok itu lagi.

            “Tapi… tapi surat itu, El?” Sivia berusaha melepaskan pelukkannya, namun Gabriel semakin erat memeluk tubuh wanita tercintanya itu sambil mengecup hangat dahi Sivia.

            “Aku belum tanda tangani berkasnya. Jadi, itu belum sah,” ucap Gabriel menatap lekat manik mata Sivia.

            “Jadi…?”

            “Kita balik lagi. kita gak jadi cerai,” ucap Gabriel mantap dan mencium kilat bibir mungil Sivia. Sivia tersenyum sembari menangis haru dan kembali mengeratkan pelukkannya.

            Sementara itu 3 pasang mata menatap mereka dari dalam mobil sembari tersenyum. “Gabriel itu cinta banget sama Sivia, Om, Tan,”seru seorang gadis cantik dari balik kemudianya. Kedua orangtua itu pun saling berpandangan selama beberapa detik, tersenyum lega dan kembali menatap kearah Gabriel dan Sivia yang masih berpelukan di depan pintu masuk butik milik Sivia.

            “Yah, kamu benar, Shill. Mungkin kita saja yang terlalu egois,” ucap wanita anggun itu sambil bersandar di pundak suaminya. Sang suami pun tersenyum sambil mengangguk dan mengelus pelan pundak sang istri. Sementara Shilla, gadis itu tersenyum lega dengan perasaan bahagia meliputinya melihat kedua sahabatnya itu kembali bersatu.

            ---

“Zy?” Acha mendudukkan diri tepat di samping Ozy dan menepuk pelan pundak cowok itu. Ozy yang biasanya langsung menoleh dan tersenyum manis pada gadis itu kali ini terlihat begitu berbeda, dengan raut wajahnya yang terlihat begitu murung ia hanya menundukkan kepalanya sedalam mungkin.

            “Ozy!” Acha merapatkan duduknya dan sedikit menunduk agar dapat melihat wajah sahabatnya itu. “Zy, lo masih marah sama gue ya?” tanya Acha khawatir. Ia mengelus pelan punggung Ozy dan tanpa di sangka dengan gerakkan cepat Ozy langsung saja berhambur memeluk Acha dan menelungkupakan wajahnya di pundak gadis itu sambil terisak pelan.

            “Zy? Lo kenapa? lo nangis?” tanya Acha mulai cemas. Pelukan Ozy terasa semakin erat, dan pelan-pelan Acha menepuk punggung sahabatnya itu berusaha menenangkan.

            “Kakak gue hamil, Cha,” gumam Ozy lirih, membuat kedua mata Acha kontan membulat lebar. Elusannya di punggung Ozy pun berhenti seketika. “Kak Agni gak tau dimana cowok itu. dia gak tau siapa nama cowok itu juga, Cha. Kakak gue, Cha… kalau agama gak ngelarang kakak adik buat nikah, mungkin gue bakal tanggung jawab buat kakak gue,” Ozy merancu. Suara tangisnya terdengar semakin pilu membuat hati Acha menjadi tak karuan. Ia ingat dengan Nova. Kakaknya itu juga tengah hamil, dan cowok yang menghamili kakaknya itu sangat mencintai kakaknya. Namun karena keegoisannya ia tega sampai menjebak Alvin dan membuat kakaknya jadi seperti ini. tanpa sadar Acha pun ikut menangis dan membalas pelukkan Ozy sama eratnya.

            “Hussst. Gue ngerti perasaan lo, Zy,” gumam Acha dan mengecup hangat puncak kepala Ozy menenangkan.
            ---

Plak. Satu buah tamparan mendarat di pipi chubby Agni. pagi itu baru saja ia bangun dari tidurnya dan tanpa di sangka sosok Ify sudah berdiri menjulang di hadapannya dengan Ray yang berdiri tegak di samping gadis itu. Ify tampak begitu pucat. Sepertinya semalaman sahabatnya itu tidak tidur dan hanya menangis.

            Agni meringis pelan dan bangkit dari kasur memandang Ify dengan tatapan bingung juga kesal. “Lo apa-apaan sih, Fy? Datang pagi-pagi gini Cuma buat gampar gue, huh?” tanya Agni geram. Wajah Ify tampak mengeras dan tanpa sadar ia maju selangkah dan mencengkram begitu kuat pundak Agni.

            “Auuuh. Fy, sakit, Fy!” Agni mengaduh. Cepat-cepat Ray berjalan menghampiri Ify dan berusaha melepaskan gadis itu dari Agni.

            “Fy, kamu tenang. Kamu jangan sampai nyakitin Agni. kasian,” peringat Ray tepat di telinga Ify, membuatnya perlahan melepaskan cengkramannya dan mundur selangkah di tuntun oleh Ray.

            “Siapa, Ag?” tanya Ify lirih. Agni tampak mengerutkan dahinya menatap Ify bingung. “Siapa? Siapa yang udah ngehamilin lo, HUH?”  tanya Ify dan kali ini dia benar-benar teriak tepat di dapan wajah Agni, membuat gadis itu terlonjak kaget dan tampak ngeri menatap sahabatnya itu sendiri.

            “Kasih tau gueee! Biar gue bunuh cowok sialan itu? Agniiii, bilang sama gue siapaaa?” rancu Ify sambil berusaha meraih Agni, namun sekuat tenaga Ray memeluk tubuh mungil gadis itu agar tak lagi bisa menjangkau Agni.

            “Lo emang beneran bitch. Lo murahan.  Berapa kali udah gue bilang sama lo, berhenti, Ag, berhentiiiii. Tapi apa, huh? Lo gak pernah denger kata-kata gue. Agniiii, lo itu sahabat gue. Lo juga saudara sepupu gue. Sakitnya lo, sakitnya gue juga. Dan sekarang… siapa yang bakal tanggung jawab atas janin lo, huh?” Ify benar-benar kehabisan akal sehatnya. Semua makian dan umpatan keluar begitu saja dari mulutnya. sakit. Dan begitu sedih melihat keadaan Agni saat ini.

            Agni mulai terisak. Suara tangisnya mulai terdengar. ia berjalan perlahan menghampiri Ify yang mulai tampak tenang dan memeluk tubuh sahabat sekaligus saudaranya itu erat. Ray melepas pelukkannya pada Ify dan memberikan kedua gadis itu kesempatan untuk saling menenangkan. Tubuh Ify merosot kelantai, membuat Agni mengikutinya dan memeluk seerat mungkit tubuh Ify yang tampak bergetar.

            “Maafin gue, Fy. Gue tau gue salah. Seharusnya dari awal gue terima tawaran lo. Seharusnya gue gak tolol kayak gini. Gue salah gue minta maaf, Fy. Please maafin gue,” rancu Agni tepat di telinga Ify. gadis berwajah tirus itu masih saja menangis. 15 menit berlalu dan setelah itu ia bangkit dari posisi duduknya di lantai dan keluar dari kamar dekik kemudian kembali kehadapan Agni dengan menyeret Ray.

            Agni yang masih terduduk di lantai mendongakkan kepalanya dan menatap Ify dengan dahi mengerut. “Ray… tolong. Tolongi Agni,” ucap Ify langsung sembari menggenggam erat jemari Ray. Ray tampak bingung sementara Agni sudah melotot maksimal.

            “Fy?” bentak Agni dan dengan sigap ia bangkit berdiri.

            “Nikahi Agni, Ray. Gue mohon sama lo… pleasssse,” ucap Ify akhirnya kontan membuat tubuh Ray membeku seketika. Di tatapannya Ify lekat dan kepalanya tampak menggeleng kecil. “Gue mohon!” gumam Ify lagi.

            “Gak. Gue gak mau. gue tau lo cinta sama Ray, Fy. Lo jangan gila. gue gak papa. Gue bisa hidup bahagia nantinya dengan anak ini. so, please, gue mohon lo jangan kayak gini,” tolak Agni tegas sambil menarik Ify sampai menghadapnya. Ray yang mendengar ucapan Agni barusan pun tampak kaget dan memandang lekat wajah Ify. wajah gadis yang memang ia taksir dari saat pertama kali ia jumpa di masa SMA mereka.

            “Anak itu gak boleh lahir tanpa ayah, Ag,” Ify berkeras.

            “Dan gue gak mau ngerebut cowok yang sahabat gue suka, bahkan yang sangat amat sahabat gue cintai,” Tegas Agni dan pandangannya gini jatuh tertuju pada Ray yang saat itu wajahnya tampak begitu terkejut.

            ---

“Apa cewek itu ada datang ke sini lagi, Ngel?”

            “Agni maksud lo?” tanya Angel sambil mengepulkan asap rokoknya di udara. Pemuda tampan dan terlihat begitu berwibawah itu tampak tersenyum lemah dan mengangguk kecil sambil meneguk minumannya. Angel menggeleng pelan sambil menghela napas.

            “Gue heran deh, dia bukan pertama kalinya ngelayanin tamu model lo, Kka. Tapi kenapa perasaan dia jadi kayak gini yah? Gue denger dari adiknya, katanya dia takut buat kerja karena udah di cabuli sama pelanggan. Aneh gak sih, setau gue emang hampir semua pelanggan ngelakuin itu sama dia,” Angel terlihat bingung. di tatapnya wajah pemuda di hadapannya lekat meminta persetujuan. Sesaat wajah pemuda di hadapannya tampak begitu tegang dan dengan kasar meneguk minumannya.

            “Ngel… lo gak tau apa, kalau kemarin… gue ngebobol virginnya dia,” ucap pemuda itu dengan raut wajah menyesal. Angel tampak melotot, menatap pelanggan setianya ini tak percaya.

            “Maksud lo?

            “Dia virgin. Dan karena gue… gue udah rusak dia,”

            “Gak mungkin. Setau gue…”

            “Gue cowok. Dan gue udah sering tidur sama banyak cewek. So, intinya, cewek itu masih virgin,” tegas pemuda itu menatap Angel tajam membuat wanita itu tampak bergidik ngeri melihat gurat kemarahan di kedua mata sosok yang ia sapa ‘Kka’ itu.

            “Oh my god. Dan lo gak pakai pengaman waktu itu?” tanya Angel yang mulai ikutan frustasi. Pemuda itu meremas kuat rambutnya dan menggeleng pelan.

            “Njing. Dia bisa hamil, Cakka. huhh. Lo gila? gue tau ini emang pekerjaan berisiko tapi gue udah janji sama dia, kalau gue gak akan biarin pelanggan main sama dia tanpa pengaman. Jadi gue pikir… setan,” umpat Angel dan dengan geram wanita itu melempar asal gelas minumannya di lantai.

            “Udah, Ngel. Sekarang yang paling penting gue butuh alamat itu cewek. Gue gak mungkin ngelepas tanggung jawab gue gitu aja,” ucap Cakka kemudian. Angel kembali menghisap rokoknya dan menatap lekat wajah Cakka.

            “Lo serius?” tanya Angel tak percaya. Cakka pun mengangguk pasti. “Dia bitch?” tanya Angel meyakinkan.

            “Bukan. Kalau dia bitch dia gak akan mungkin mempertahankan kevirginannya sampai akhirnya ketemu iblis kayak gue.” Ucap Cakka benar-benar frustasi sambil meneguk kasar minumannya. Membuat Angel yang melihat wajah Cakka yang terlihat begitu berbeda dari biasanya pun kini tersenyum penuh arti.

            ---
“Kak!” seru Acha dari ambang pintu kamar Nova dan berjalan menghampiri sang kakak yang saat itu tengah sibuk menyelesaikan tugas sekolahnya. Nova memutar posisi duduknya dan tersenyum manis pada adiknya itu.

            “Kenapa, Cha?” tanya Nova lembut. Acha terlihat ragu. Ia menggigit bibir dalamnya dan kini meraih jemari Nova serta menggenggamnya erat.

            “Maafin Acha, kak,” gumam Acha sambil menciumin telapak tangan Nova, membuat gadis itu mengerut bingung.

            “Lo minta maaf kenapa?” tanya Nova.

            Perlahan Acha pun mengangkat wajahnya dan menatap lekat kedua mata Nova. “Soal waktu itu…kak Alvin gak salah kak,” ucap Acha pelan dan ia kembali menunduk.

            “Maksud lo?” tanya Nova, kali ini dengan nada suara mulai tak senang saat mendengar nama cowok brengsek itu adiknya sebut-sebut.

            “Kak Alvin gak salah. Gue…. Gue yang salah. Waktu itu, kak alvin kepeleset. Gak sengaja dia jatuh nindih gue. Terus waktu gue denger suara mobil lo, gue tahan kak Alvin biar gak bangkit. Tapi waktu itu gue ngancem dia, kalau dia tetap berdiri gue bakal teriak dan bilang dia mau perkosa gue. Jadi sebenarnya itu….”

            Plak. Telapak tangan Nova bergerak cepat dan melayang di pipi sebelah kanan Acha. Napas Nova tampak memburu dan tatapan matanya tampak begitu kecewa dan penuh amarah.

            “Acha! Lo masih kecil. Masi 14 tahun. Tapi otak lo…” Nova dengan sigap bangkit dari duduknya dan menatap adiknya itu lekat.

            “Maaf kak. Acha tau Acha salah. Semua Acha lakuin itu karena Acha suka sama kak Alvin,” aku Acha dan kali ini sukses membuat kedua mata Nova membulat lebar.

            “Lo… lo tega banget sama gue, Cha?” Nova mulai merasakan matanya memanas. Perutnya pun mendadak nyeri. Ia menggeleng pelan dan dengan kasar menepis tangan Acha yang semula menggenggam jemarinya.

            “Maafin Acha, kak,” gumam Acha dan berusaha mendekati Nova lagi.

            Nova mulai terisak. “Aaah,”

            “Kak?” Acha mendadak panik saat Nova tiba-tiba saja terduduk kembali di kursi belajarnya sambil memegang perutnya.

            “Sakit. Perut gue sakit bangeeeet,”

            ---

“APA?” seru Sivia dan Gabriel bersamaan saat mendengar pengakuan Cakka beberapa saat lalu. Sivia merasakan kepalanya mendadak pusing. Ia frustasi. Kenapa adiknya mendadak jadi orang kejam begini.

            “Terus dimana gadis itu, Kka?” tanya Sivia. Emosinya nyaris saja meledak. Dari tadi ia rasanya ingin saja menendang Cakka dan melempar seluruh guci di rumahnya ini tepat ke wajah sang adik, tapi untung saja ada Gabriel di sampingnya sehingga membuatnya mengurungkan niat melakukan semua itu.

            “Gue juga gak tau dia dimana. Ini gue lagi nyari dia, Kak,” jawab Cakka seadanya dan kini membuat mata Gabriel dan Sivia semakin melebar. Batas ke sabaran Sivia habis sudah. Ia menepis rangkulan Gabriel dan berjalan menghampiri Cakka serta mendaratkan tamparannya di pipi putih sang adik.

            “Cari dia sampai dapat. Kalau tidak. Jangan pernah kamu menganggap kakak ini kakak kamu lagi,” seru Sivia dan dengan langkah tegas ia meninggalkan Cakka dan Gabriel di ruang tengah.

            Cakka tampak menghela napas berat sambil mengacak frustasi rambutnya.

            “Siapa namanya, Kka?” tanya Gabriel sepeninggal Sivia. Cakka mengangkat kembali wajahnya dan menatap Gabriel dengan mata menyipit. “Jangan salah paham. Aku punya temen, yang  punya sahabat yang bekerja seperti itu. mana tau, dia mengenal gadis yang kamu cari ,” terang Gabriel. Cakka pun kini tapak menghela napas sambil mengangguk kecil sebelum akhirnya menyebutkan satu namanya yang selama beberapa bulan belakangan ini selalu saja mengganggu tidurnya.

            “Agni. dia biasanya di panggil seperti itu,”

            ---
“Gue rasa Agni yang di maksud Cakka itu, Agni sahabat Ify, El,” Ray menyerup pelan minumannya dan memandang wajah Gabriel lekat.

            “Lo yakin?” Gabriel tampak ragu. Ray menghela napas berat dan mengangguk pasti.

            “Agni hamil. Dan dia juga gak tau siapa cowok itu. soalnya malam mereka ketemu cowok itu dalam keadaan mabuk. Ruangan tempat mereka juga minim penerangan. Agni Cuma ingat, suara dan aroma farfum cowok itu aja,” jelas Ray. Gabriel tampak melotot.

            “Gini aja, El. Dari pada pusing-pusing, mending kita jumpai aja mereka berdua. Gimana?” saran Ray. Gabriel tampak berfikir namun tak lama ia pun tersenyum tipis sambil mengangguk.

            ---

Nova mengerjab pelan. Kepalanya terasa begitu pusing mencium aroma obat yang begitu menyengat. Pelan-pelan ia membuka kelopak matanya dan saat ia ingin mengangkat tangannya menghapus peluh di wajahnya, sesuatu seakan menahan jemari-jemarinya. Nova memiringkan kepalanya ke samping kanan dan saat itu ia tampak kaget mendapati sosok Alvin yang tengah tertidur sambil menggenggam erat jari jemarinya.

            Nova tersenyum senang. tanpa sadar airmatanya mengalir begitu saja. ia menggerakkan satu tangannya yang bebas dan mengelus lembut rambut panjang Alvin. Alvin menggeliat pelan saat merasaan usapan lembut di atas kepalanya. ia mendongak. Mengucek matanya beberapa kali dan begitu mendapati Nova yang tengah tersenyum wajahnya langsung tampak begitu berseri.

            “Kamu udah sadar? Gimana? Masih ada yang sakit gak?” tanya Alvin bertubi sambil mengelus lembut dahi Nova. Nova tersenyum haru. Ia menggeleng pelan sambil meraih tangan Alvin dan menggenggamnya.

            “Maafin aku, Vin. Seharunya kemarin itu aku dengerin penjelasan kamu. Maaf,” gumam Nova dengan suara bergetar. Alvin mengangguk sambil tersenyum dan dengan lembut ia kecup dahi Nova.

            “Aku gak pernah marah sama kamu, Va. Aku itu sayang banget sama kamu. setelah UN 2 minggu lagi, aku pasti nikahi kamu. aku janji,” ucap Alvin tulus.

            Nova pun tak lagi dapat berkata dan dengan sigap ia segera berhambur dan memeluk Alvin erat.

            Acha yang melihat pemandangan itu dari luar pintu pun tersenyum lega sambil mengusap airmatanya dengan kasar. “Makasih ya, Zy. Ini semua berkat lo,” ucap Acha menatap Ozy yang saat itu berdiri di hadapannya lekat. ozy pun tersenyum dan mengangguk pasti.

            Pelan-pelan Acha berjalan mengampiri Ozy dan meraih jemari cowok itu serta di genggamnya erat. “Lo selalu aja ada di saat gue lagi butuh pertolongan. Lo emang cowok baik. Gue tau lo gak seburuk yang temen-temen bilang. Gue doain, semoga masalah kakak lo juga cepat selesai ya,” ucap Acha tulus. Ozy tampak tersenyum manis sambil mengangguk dan tanpa sangka Acha kini mendekatkan tubuhnya dan memeluk Ozy dengan erat.

            “Sekali lagi makasih, Zy,” bisik Acha tepat di telinga Ozy. Ozy lagi lagi tersenyum manis sambil menggerakkan tangannya membalas pelukan Acha dan menepuk pelan punggung gadis mungil itu.


            ---

“Kenapa harus dandan heboh begini sih, Fy? Please deh, gue udah mutusin buat berhenti dari pekerjaan gue itu, dan Angel juga udah ikhlasin hutang-hutang gue kok. lo mau ngejerumusin gue lagi yah?” tanya Agni sebal saat Ify dengan hebohnya memoleskan bedak dan lipglos di wajah imut Agni dan memaksanya mengunakan gaun. Dan hasilnya, Agni kelihatan imut banget. Gak tau deh, padahal perutnya udah kelihatan membuncit, tapi itu justru membuat tampilan cewek satu ini terlihat begitu sekseh.

            Ify menoyor pelan kepala Agni. “Lo jangan mikir macem-macem. Lo masih inget kak Gabriel gak? Dia itu kakak kelas kita dulu. Dua tahun di atas kita. Nah, kebetulan dia temen Ray. Malam ini dia ngadain party gitu buat ngrayain anivv pernikahan mereka yang mau masuk tahun keenam. So, dari pada lo di rumah sendiri, lagian Ozy juga nemenin temennya di RS kan, mending lo ikut gue,” terang Ify dan dengan santainya menarik lengan Agni.

            Gadis yang saat ini lebih mirip boneka barbie itu hanya mampu menghela napas berat dan akhirnya pasrah saja di geret Ify ke café Ray.

            ---

“Lo cantik banget sih, Ag. Yampun imutnya minta ampun,” komentar Ray gemas membuat Ify terkikik kecil, sementara Agni menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan menunduk malu.

            “Udah berapa bulan? Cute banget kamu,” kali ini Sivia yang bertanya. Wanita cantik itu langsung menghampiri Agni dan mengelus lembut perutnya. Agni sempat kaget. namun perasaan hangat langsung saja menjalar di sekujur tubuhnya.

            “Tiga bulan. Sebentar lagi masuk 4 bulan,” jawab Agni sambil tersenyum senang. entahlah, padahal dia sama sekali tidak tau menahu soal laki-laki itu. tapi entah mengapa rasanya ia sangat mencinta calon bayi di dalam perutnya ini. sangat ia cintai jauh dari ia mencintai dirinya sendiri.

            “Huaaa. Pasti asik yah. Aku juga pengen,” ucap Sivia sambil tertawa. Gabriel hanya tersenyum mendengar ucapan istrinya itu dan ia berjalan memasuki arena party bersama Ray dan Ify.

            “Amiiiiin. Aku doain semoga aja Kakak juga cepet dapat dedeknya yah,” ucap Agni sambil tertawa dan mengelus lembut perut Sivia yang kempes. Sivia pun tertawa dan dengan kilat memeluk Agni.

            Tanpa Agni sadari, seseorang terus saja mengamatinya dari sudut café. Wajah sosok itu tampak begitu berbinar. Ada rasa bahagia yang menyusup ke hatinya saat melihat gadis itu terlihat begitu cantik dan menggemaskan.

            “Kka!” sebuah tepukan membuyarkan lamunannya. Ia sempat menggerutu sebal dalam hati dan menoleh untuk mencari tau siapa seseorang yang sudah merusak kesenangannya barusan.

            “Dia orangnya?” Cakka tak jadi mengumpat saat tau Gabriel lah yang saat ini berdiri di belakangnya dan bertanya dengan raut wajah bahagia. Cakka sempat kaget, namun kemudian ia tersenyum manis sambil kembali menoleh menatap gadis itu dan mengangguk pasti.

            Gabriel menepuk keras –memberi semangat- bahu Cakka. “Sudah, sana samperin!” perintah Gabriel sambil mendorong pelan pundak Cakka.

            “Huh?”

            “Udah sana!”

            ---

“Story hidup kamu benar-benar buat aku terharu, Ag. Aku kenal betul kamu waktu jamannya SMA dulu. Dan aku gak nyaka keluarga kamu sampai harus seperti ini,” ucap Sivia sambil menggenggam erat jari jari Agni. saat itu mereka tengah berada di balkon café yang jauh dari keramaian. Agni pun hanya tersenyum menenangkan dan mengangguk kecil.

            “Itulah hidup,kak. Kita gak akan pernah tau masa yang akan datangnya seperti apa, dan tau-tau kita udah jadi seperti ini,” Agni berkata dengan wajah tampak berseri. Sivia benar-benar kagum dengan gadis cantik ini.

            “Kamu gak menyesal, Ag?” tanya Sivia kemudian.

            “Menyesal? Untuk?” Agni mengerutkan dahinya membalas pertanyaan Sivia. Sivia tersnyum ramah sambil mengelus permukaan perut Agni.

            “Untuk ini?” ucap Sivia.

            Agni sempat terdiam selama beberapa detik. Kemudian ia memandang lekat perutnya sambil mengelusnya dengan lembut. Seulas senyum tercetak jelas di wajah Agni. “Kakak tau gak, sesaat sebelum aku buka pintu ruangan VVIP, aku berdoa sama tuhan buat nemuin aku sama seseorang yang bisa mengeluarkan aku secepatnya dari tempat itu. aku gak tau, apa ini adalah jawaban doaku tau bukan. Tapi yang jelas, setelah kejadian itu aku benar-benar gak pernah datang lagi ketempat itu,”jelas Agni menatap lekat manik mata Sivia.

            “Dan… aku juga gak tau kenapa bisa melalukan itu dengan dia, yang aku gak kenal sama sekali. Tapi yang pasti, aku gak pernah nyesal dengan ini,” ucap Agni sambil mengelus perutnya. “Karena dia… dia sumber kebahagiaan aku yang baru,” jawab Agni mantap. Sivia pun tersenyum lega dan memandang gadis di hadapannya saat ini dengan tatapan takjub.

            “Kak..” Sivia mendongak saat mendengar suara seseorang yang sangat ia kenal dan tersenyum manis pada sosok yang saat itu berdiri di ambang pintu. Ia bangkit berdiri di susul Agni yang juga ikut berdiri dan menoleh ke arah pintu saat melihat Sivia melangkah menjauh.

            “Aku masuk dulu ya, Ag!” seru Sivia dari depan pintu. Agni pun Cuma tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Ia masih belum menyadari pemuda yang berdiri di ambang pintu terus saja memperhatikannya. Agni menghembuskan napas panjang. Ia melingkarkan kedua tangannya memeluk tubuhnya erat dan berjalan ke pinggir balkon. Ia tersenyum senang sambil mengusap permukaan perutnya.

            “Gue gak tau kenapa sayang banget sama lo,” gumam Agni pelan. “Umm… salah. Maksud bunda… bunda gak tau kenapa bisa cinta banget sama kamu, sayang,” Agni mengulang kalimatnya dan kali ini perasaannya terasa begitu ringan dan bahagia.

            Agni terkesiap kaget saat tiba-tiba sebuah jas berukuran besar mengurung tubuhnya. Memang malam itu Agni mengenakan gaun tanpa lengan, tapi tidak terlalu dingin juga. Agni mengerutkan dahinya menatap jas yang melekat di tubuhnya dan dengan cepat ia memutar badannya. Agni tersentak kaget saat hidungnya langsung membentur dada bidang seseorang. Kedua mata Agni melebar ketika menyadari aroma yang begitu familiar di indra penciumannya itu.

            Agni mengigit bibir dalamnya tidak berani mendongak. Sial. Gambaran saat Agni mengelus dada bidang itu dan mencium leher dengan aroma lime seperti ini kembali berkelebat di kepalanya. Agni meneguk ludahnya dengan sukar dan pelan-pelan mundur beberapa langkah agar dapat melihat dengan jelas wajah sosok yang saat ini berdiri di hadapannya.

            Agni mengangkat kepalanya pelan-pelan dan seketika matanya membulat lebar saat melihat wajah dewa yunani kini terpampang jelas di hadapannya. Wajah super bersih dengan rahang tegas, hidung mancung, bibir berwarna kemerahan dam sorot mata yang begitu tajam. Bukan, bukan wajah itu yang menjadi masalahnya tapi…

            “Ca –cakka?”

            Pemuda itu tersentak kaget. dahinya tampak mengerut saat gadis di hadapannya ini mengetahui namanya, padahal, mereka belum pernah bertemu sebelumnya dan malam itu Cakka juga tidak menyebutkan namanya.

            “Kamu… kamu Cakka kan?” tanya Agni lagi. Cakka tampak ragu namun dengan kaku ia pun mengangguk.

            Agni tak dapat menahan keterkejutannya. Cakka. Cakka Andromeda. Cowok yang jadi cinta pertamanya jaman SMA. Dan ia hanya bisa menatap wajah tampan dewa yunani itu Cuma tujuh hari karena pada hari selanjutnya si dewa yunani yang berhasil mencuri seluruh hati Agni itu mendapat masalah dan harus di pindahkan dari sekolah. Yah, Agni ingat, Cakka ini adiknya Sivia. Sivia, kakak kelas yang dulu sempat dekat dengannya. Waktu itu dia pernah bertanya soal beradaan Cakka dan Sivia bilang kalau Cakka menetap di Amerika.

            Dan sampai akhirnya, keluarga Agni mengalami masalah besar. Papanya di tipu oleh seorang clien dan membuat mereka rugi ratusan miliyar. Papa jadi stres dan kena serangan jantung. Beberapa bulan kemudian Mama pun menyusul karena sakit-sakitan. Dan saat itu seluruh aset keluarga di sita bank. Agni gak tau harus kemana dan akhirnya memutuskan untuk ikut Ify sepupu sekaligus sahabatnya untuk mengontrok sebuah rumah kost.

            Semuanya hancur saat Agni tanpa sengaja terjerumus ke dalam lembah hitam itu. yah, demi Ozy. Demi adiknya yang tidak boleh putus sekolah seperti dia. Dan mulai semenjak itu Agni bersusah payah untuk melupakan Cakka. melupakan cowok yang ia kenal dari keluarga terpandang dan keluarga baik-baik. Konyol. Gadis kotor sepertinya jika harus mengharapkan Cakka lagi. namun apa yang ia lihat sekarang? Sosok yang amat sangat ia rindukan 4 tahun lamanya, kini berdiri tegak dengan tampilan jauh berbeda dari beberapa tahun lalu tengah memandangnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

            “Ehmmm.  Aku pengen ngomong sesuatu sama kamu, Ag,” ucap Cakka memecah keheningan yang sempat tercipta di antara mereka. Agni yang semula menunduk mengangkat kembali wajahnya dan menatap Cakka lekat.

            “Aku… malam itu…” Cakka terbata. Tiba-tiba angin berhembus kencang membuat Agni sedikit menggigil. Ia eratkan jas di tubuhnya dan mendadak aroma lime itu kembali menyusup hidungnya. Agni menutup matanya sejenak sambil meresapi aroma lime itu.

            “Aku bisa tanggung jawab. Please jangan kabur, hei…. Tunggu,”

            Agni membuka matanya dengan cepat. Suara itu? suara pemuda malam itu… Agni menatap Cakka dengan mata melebar. Ia meneguk ludah dengan sukar dan pelan-pelan maju menghampiri pemuda itu.

            Ia gerakkan tangannya pelan dan menyentuh dada bidang Cakka. cakka tampak bingung, sambil mengerutkan dahinya memandang wajah cantik Agni lekat. Agni mengerakkan telapak tangannya di dada Cakka sebanyak tiga kali. Dan setelah ia rasa cukup dengan cepat ia menarik tangannya dan kembali mundur.

            “Gak mungkin,” Agni menggeleng pelan.

            “Ag?” Cakka berusaha mendekati Agni.

            “Gak. Gak mungkin kamu laki-laki itukan? Gak mungkin kamu ayah dari anak aku kan?” rancu Agni akhirnya. Cakka terkesiap kaget. baru saja ia ingin mengatakan itu namun Agni sudah  terlebih dahulu mengatakannya.

            “Gak mungkin kan?” Agni menggeleng lagi.

            “Kenapa gak mungkin? Itu memang kenyataannya, Ag,” tanya dan ucap Cakka akhirnya. Agni berhenti berjalan mundur dan kembali mengangkat wajahnya menatap Cakka.

            “Agni!” Cakka menarik lengan Agni saat gadis itu hendak berlalu pergi. “Aku gak tau sejak kapan, tapi dari tadi aku ngelihat kamu, aku selalu merasa bahagia. Aku ngerasa aku sayang banget sama kamu,” ucap Cakka akhirnya dan langsung membuat kedua mata Agni kembali melotot lebar.

            “Aku ini kotor. Aku bukan gadis baik-baik. Semua orang akan merendahkan kamu kalau kamu berbicara seperti itu sama aku,” ucap Agni sambil berusaha mendorong tubuh Cakka agar menjauh darinya.

            Cakka menggeleng, dan dengan kuat menyentak tubuh Agni agar menatapnya. “Kamu gak seperti itu, Agni. aku tau. karena aku orang pertama yang nyentuh kamu,” ucap Cakka tegas sambil merengkuh kedua pipi Agni membuat perasaan Agni bergerak tak karuan.

            “Cuma aku. Aku tau itu. dan itu artinya kamu bukan mereka. Kamu berbeda. Kamu gadis baik-baik, Ag,” terang Cakka. Agni mulai sesenggukan.

            “Jadi…. Menurut kamu aku beda dari mereka?” tanya Agni meyakinkan dengan suara tangis yang mulai terdengar. Cakka mengangguk mantap sambil menempelkan dahinya di dahi Agni dan mengecup lama dahi gadisnya itu.

            “Ya. kamu berbeda. Dan aku sayang sama kamu,” ucap Cakka tulus menatap tepat manik mata Agni. agni tak dapat lagi menahan tangisannya. Ia terisak dan kini menenggelamkan wajahnya di pelukkan Cakka.

            “Aku juga sayang sama kamu…. dari empat  tahun yang lalu,” gumam Agni.

            “Huh?” Cakka melepaskan pelukannya sejenak dan menatap wajah Agni dengan dahi mengerut. Agni tersenyum sambil menepis kasar airmatanya.

            “Aku anak perempuan yang waktu itu nangis sambil teriak-teriak waktu kamu keluar dari SMA Kasih,” ucap Agni. seketika mata sipit Cakka tampak melebar. Siluet itu kembali muncul. Gadis paling lucu yang mencuri hatinya untuk pertama kali, badannya yang dulu begitu mungil khas anak SMP berlari heboh mengejar mobilnya hingga gadis itu jatuh tersungkur di aspal.

            “Jadi cewek itu kamu?” tanya Cakka tak percaya. Agni pun tersenyum dan mengangguk antusias.

            “Be my wife?” tanya Cakka kemudian. Agni terlihat kaget namun kemudian ia pun menganganguk mantap.

            ---

@SMAKasih

            “Yesssss, kita lulus, Vin. Kita luluuuuus!” seru Nova riang sambil memeluk erat tubuh kekasihnya itu. rasa bahagia menyelimutinya saat ini. akhirnya ia berhasil juga menyelesaikan sekolahnya walau dengan keadaan perut yang semakin membesar. Untung saja pihak sekolah waktu itu memberikannya kesempatan untuk menamatkan sekolah, kalau tidak, Nova sudah dapat pastikan ia akan frustasi karena tidak memiliki ijazah SMA.

            “Iya iyaaa, aduuuh. Kamu jangan lompat-lompat dong sayang, itu dedeknya nanti kenapa-napa loh,” Ucap Alvin yang langsung memeluk pinggang Nova agar gadisnya itu segera berhenti melompat. Nova menyeringai dan kini melingkarkan lengannya di leher Alvin.

            “Kita jadi nikahkan?” bisik Nova sambil mengedipkan satu matanya. Alvin tertawa pelan. Dengan gemas ia mengacak puncak kepala Nova.

            Sementara itu di depan gerbang SMA Kasih.

            “Beneran kamu mau lanjut sekolah disini?” tanya Agni menatap Ozy lekat. Ozy tampak meninbang-nimbang sambil memperhatikan bangunan megah benuansa ungu soft dan biru muda itu lekat-lekat.

            “Jadi. Ozy harus jadi masuk sekolah ini,” seru sebuah suara tiba-tiba. Seorang gadis imut tampak berjalan menghampiri mereka dan dengan santainya melingkarkan tangannya di lengan Ozy membuat Agni dan juga Cakka yang saat itu berdiri di samping Agni sedikit melotot kaget kemudian keduanya tersenyum bersamaan.

            “Ummm…. Boleh boleh. Ya udah kalau Ozy mau sekolah disini. Kakak sih terserah aja,” ucap Agni yang berusaha menahan senyumnya. Ozy mulai terlihat salting, saat Tiba-tiba Acha bersorak senang dan memeluknya wajah coklatnya terlihat memerah.

            Agni sampai tekikik geli melihat tingkah adiknya itu dan mengacak pelan puncak kepala Ozy.

            “Kalian harus belajar yang bener. Pacaran boleh, asal ingat batesannya yah?” nasihat Cakka menatap keduanya bergantian.

            “Issssh. Apaan sih, Kak,” gumam Ozy malu.

            ---

“Jadi lo berdua kapan jadiannya? Capek nih gue liatnya,” ucap Gabriel asal saat siang itu dia dan Sivia mampir di café milik Ray. Ify yang baru saja mengantarkan hidangan mereka merasa tersindir dan nyaris tersandung kalau saja Ray tidak sigap menarik lengannya.

            “Eghem. Jadian aja giiih,” Sivia ikut-ikutan.

            Ray dan Ify mulai tampak salting menatap geram sepasang suami istri yang saat ini tampak tersenyum puas meledeki mereka.

            “Apaasn sih lo berdua?” seru Ray dan melempar kotak tissue di salah satu meja ke arah Gabriel. Gabriel mengelak sembari tertawa keras.

            Mendadak wajah Ify mulai merona merah. “Yaudah deh.. aku balik kedapur dulu ya,” seru Ify kemudian namun belum sempat gadis itu berjalan menuju dapur, Ray dengan sigap meraih kembali lengannya.

            “Aku mau bicara sebentar,” bisik Ray dan melirik dua sahabatnya itu sebal. Gabriel dan Sivia tampak terkikik dan keduanya tertawa geli saat melihat Ray yang membawa Ify menuju balkon café.

            “Kenapa?” tanya Ify setelah mereka berada jauh dari Gabriel dan Sivia.

            “Aku mau tanya soal ucapan Agni beberapa bulan lalu. Yang dia bilang kalau kamu cinta sama aku,” ucap Ray to the point kontan membuat wajah Ify terlihat kaget.

            “HUH?”

            “Bener gak? Kalau bener, aku mau nembak kamu nih,” tanya dan ucap Ray santai membuat kedua mata Ify membulat lebar.

            Ify diam. Ia tampak berfikir dan menatap wajah Ray lekat. “Emang kamu serius sama aku?” tanya Ify ragu. Ray tersenyum sambil meraih jemari Ify dan di kecupnya lama membuat wajah Ify kembali terlihat kaget.

            “Aku sayang sama kamu, Fy. Dan aku juga udah lama cinta sama kamu,” aku Ray akhirnya. Ify pun tersenyum sembari berhambur memeluk Ray dan mengangguk dalam pelukan pemuda itu.

            “Ya. Agni benar. Aku cinta banget sama kamu,”

            ---

“Kamu kenapa senyum-senyum begitu, Ag?” tanya Cakka saat menyadari Agni yang duduk di sampingnya sedari perjalanan dari SMA Kasih dan sekarang mau sampai rumah terus saja tersenyum.

            Agni berdehem pelan sambil membenarkan posisi duduknya dan menoleh ke arah Cakka. “Aku seneng aja. Aku bisa lihat adik aku bahagia. Kamu tau gak sih, dulu aku sempet takut kalau sampai temen-temennya tau apa pekerjaan aku…” ucap Agni dengan pandangan menerawang. Cakka membelokkan mobil ke arah kanan. Mereka telah sampai.

            “Hei!” seru Cakka dan langsung saja ia memutar tubuhnya menghadap Agni saat mobil sudah terpakir rapi di garasi dan merengkuh wajah istri tercintanya itu. “Jangan pernah ungkit itu lagi. kamuuuu, tidak seperti yang mereka fikirkan. Kamu wanita hebat, Ag. Aku salut sama kamu,” ucap Cakka menatap lurus manik mata Agni. ia tersenyum manis dan perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah Agni dan menyapu lembut permukaan bibir wanita tercintanya itu.

            “Aku cinta sama kamu,” ucap Cakka mengecup hangat punggung tangan Agni.

            “Yah, aku tau,” ucap Agni jahil. Cakka terkekeh geli sambil menjawil hidung istrinya itu.

            “Ayo turun,” ajak Cakka dan membukakan pintu bagian penumpang kemudian mereka pun berjalan beriringan memasuki rumah.


_FIN_ ( copas )

1 komentar:

  1. what a sweet romance story
    nggak nyangka awal kisah mereka (Cakka-Agni) seperti itu

    lega banget aku nemu blog ini
    sampe deg-degan waktu lagi baca.
    akhirnya bisa baca lanjutannya di sini setelah nunggu lama banget nggak dipost juga di fb: StoryofCakkaAgni.

    thanks for the story, and keep writing yaa... :)

    BalasHapus