Kamis, 08 November 2012

All for One Love… (Bag:A) "SS"

All for One Love… (Bag:A) "SS"

oleh Zet Meirain T pada 14 Oktober 2012 pukul 10:03 ·

All for One Love…

Semua orang menginginkan cinta di hidup mereka, sesuatu yang kekal dan abadi yang akan mereka bawa sampai akhir hanyat mereka. Sesuatu yang abstrak. Tidak terlihat namun dapat mereka rasakan keberadaannya. Walau pahit dan kesakitan yang sering menyelimuti, tapi hanya demi cinta mereka mampu melakukan apapun. Menyakiti orang terkasih mereka, berkorban demi orang yang mereka cintai, merelakan seseorang untuk pergi demi kebahagiaannya, menjaga cinta selama bertahun-tahun sampai waktu yang akan menuntun mereka untuk bersatu, yah… banyak tindakkan yang mereka lakukan dan semua hanya untuk satu cinta… yang abadi. Yang akan menjadi pelabuhan terakhir mereka.

            ---

…. Kalau aku bisa memilih, aku tidak akan memilih hidup di jalan ini….


Please, Ag. Lo berhenti dari kerjaan lo sekarang. Perkerjaan itu terlalu berbahaya buat lo,” gadis berwajah tirus itu berkata dengan gusar, dan dengan langkah lambat menghampiri meja rias, menatap pantulan wajah sahabatnya dalam cermin dengan tatapan memohon.

            “Gue mohon, Ag. Gue gak mau lo kenapa-kenapa. Lo bisa kerja di tempat gue. Nanti gue yang bakal ngomong sama bos gue. Walau gajinya gak terlalu besar, tapi setidaknya ini aman buat lo, Ag,” gadis itu mencengkram erat kedua pundak Agni. Gadis manis itu tersenyum samar. Ia menunduk selama beberapa detik dan memutar duduknya menghadap sosok cantik yang berdiri tegak di hadapannya kini.

            “Makasih buat niat baik lo untuk nolongi gue, Fy. Tapi gue gak bisa. Gue gak mau buat lo repot dan malu sama temen-temen kerja lo kalau tau lo punya sahabat kayak gue,” ucap Agni dan kini ia genggam seerat mungkin jemari mungil sahabatnya itu.

            Kedua mata Ify mulai terlihat berkaca. Ia menggeleng lemah. “Ag…” suara Ify terdengar mulai bergetar. “Gue takut… gue takut lo bakal nyesel nantinya,” ucap Ify lirih. Agni berusaha tersenyum semanis mungkin dan dengan sigap ia memeluk tubuh Ify erat dan di saat bersamaan airmatanya mengalir begitu saja. sakit. Yah, jujur dia berat melakukan ini semua. Tapi Agni memang harus melakukannya. Demi kelangsungan hidupnya, dan juga demi masa depan adik kesayangannya.

            Agni menghapus airmatanya secepat kilat, sebelum ia melepaskan pelukkannya dan tersenyum manis sambil menghapus sisa airmata yang masih terlihat di wajah cantik Ify.

            “Gue pergi ya, Fy? Doain gue baik-baik aja. Gue sayang banget lo,” ucap Agni berusaha terlihat tegar. Ia kecup lama dahi Ify kemudian ia bangkit dari posisi duduknya dan berjalan tegak menuju pintu kamar kosnya.

            Pertahanan Ify jebol. Ia hanya mampu menangis sejadinya saat melihat Agni berjalan semakin jauh dari pandangannya dan menghilang di balik gerbang. “Kenapa sih lo gak mau dengerin gue, Ag. Gue gak mau kalau lo sampai kenapa-kenapa. lo gak mungkin selamanya bisa lolos dari mereka, Ag,” gumam Ify lirih.

            ---

…. Terkadang cinta membuat seseorang buta….


            “ALVIN!” teriak sebuah suara keras sambil menarik kerah seragam pemuda tampan berkulit putih itu saat ia hendak mendekatkan wajahnya pada gadis yang masih mengenakan seragam SMP yang saat ini terlihat ketakutan di hadapannya. Alvin terlonjak kaget dan cepat-cepat ia menjauhi gadis kecil itu dan berdiri kaku di hadapan gadis lain yang beberapa detik lalu menerikkan namanya.

            Plak. Satu buah tamparan mendarat di pipi putih Alvin. “Setan. Berengsek lo, Vin. Binatang. Gue benci sama lo, Vin. Gue benciiiiii,” gadis itu merancu sejadinya sambil berusaha memukul wajah dan dada bidang Alvin.

            “Nova, dengerin penjelasan gue dulu. Lo salah paham, Va,” Alvin mehanan kedua lengan Nova dan berusaha memaksa gadis itu agar menatapnya.

            “Anj**g lo! Salah paham lo bilang, huh? Lo udah buat gue hamil, nyet. Dan sekarang? Lo juga mau buntingin adek gue, huh? Lo bener-bener manusia iblis gak punya otak yah. Lo… sekarang lo pergi dari rumah gue!!” segala caci maki keluar dari mulut gadis cantik itu. matanya mengilat marah dengan wajah terlihat begitu mengerikan. Ia mendorong kasar tubuh Alvin membuat pemuda itu jatuh tersungkur di lantai.

            “Nova… gue say…”

            “Stop!! Gue udah muak sama lo. Dan sekarang gue minta lo pergi dari rumah gue! SEKARANG!” ucap Nova cepat dan tanpa melihat wajah Alvin yang terlihat begitu frustasi di dorongnya tubuh itu agar segera bangkit dan akhirnya berjalan keluar rumah.

            Nova terdiam selama beberapa detik di ambang pintu, kemudian ia berjalan masuk dan menghampiri adiknya yang saat itu tampak meringkuk sambil memeluk kedua lututnya erat di atas sofa.

            “Acha… kamu gak papa sayang?” tanya Nova lembut sambil membelai penuh sayang puncak kelapa Acha. Gadis mungil itu terdengar sesenggukkan dan menggeleng kecil. Nova miris sendiri melihat keadaan adiknya saat ini. Alvin keterlaluan. Laki-laki itu bener-bener manusia iblis. Nova meraih tubuh mungil Acha dan memeluknya seerat mungkin.

            ---

…. Hanya karena cinta yang membuatku bertahan sampai saat ini…


            “Kamu serius mau menceraikan aku, El?” tanya perempuan cantik itu dengan suara letih  dan menatap lawan bicaranya dengan tatapan sendu.

            Seseorang yang panggil ‘El’ oleh wanitanya itu tampak berfikir selama beberapa detik dan mengangguk pelan. Sesuatu seakan menghantam kepala perempuan itu. hatinya seakan terhimpit. Dadanya terasa begitu sesak. Airmatanya nyaris saja terjatuh, namun sekuat tenaga ia mencoba untuk tersenyum dan tidak menangis di hadapan suami yang sangat amat ia cintai itu.

            “Aku gak mungkin tega buat ngeduain kamu, Vi. Cuma ini cara satu-satunya supaya kamu tetap bahagia,” ucap pria itu tanpa sedikit pun menatap sang istri. Perempuan itu tersenyum pilu sambil mengangguk mengerti.

            “Aku tau,” ucapnya dengan nada suara begitu lirih. “Mama kamu memang benar, El. Aku memang perempuan payah. Sudah 5 tahun kita menikah, tapi sampai sekarang aku masih belum bisa kasih kamu keturunan. Aku ngerti kok,” jelas Sivia yang masih berusaha memperlihatkan senyum termanisnya. Gabriel tertegun mendengar ucapa Sivia barusan dan perlahan Akhirnya ia memberanikan diri mengangkat wajahnya menatap lekat wajah letih wanita tercintanya itu.

            “Siv, aku gak pernah berfikir kalau kamu ini perempuan payah. Kamu itu wanita terhebat yang aku kenal sepanjang hidupku,” ucap Gabriel menatap tepat kedua manik mata Sivia. Kali ini Sivia tersenyum tulus dan perlahan menghela napas sebelum kembali berbicara.

            “Yah. Dan aku harap kamu bisa menemukan wanita yang lebih hebat dari aku,” Sivia berujar pelan dan di saat bersamaan airmata itu tak mampu lagi ia kendalikan dan mengalir begitu bebeas di pipi chubbynya. Gabriel tampak terdiam. Jujur, hatinya terasa begitu sakit melihat Sivia seperti ini.

            Sivia kembali tersenyum. di raihnya berkas-berkas yang beberapa saat lalu Gabriel sodorkan padanya dan dengan tangan bergetar di raihnya bolpoint di atas meja dan mulai membubuhkan tandatangannya di berkas-berkas tersebut dengan hati hancur.

            “Aku harap kamu bisa hidup bahagia, El. Aku akan terus mencintai kamu, walau pun kita gak bisa sama-sama lagi,” ucap Sivia menatap lurus manik mata Gabriel sembari tersenyum manis dengan airmata yang masih saja terus mengalir, kemudian ia bangkit dari duduknya dan meraih tas tangannya di kursi yang berada di sampingnya dan tanpa menunggu kata-kata Gabriel selanjutnya Sivia pun akhirnya melangkahkan kakinya keluar dari café, membiarkan Gabriel terdiam sendirian di tengah kegundahannya.


            ---

…. Hidup adil itu yang bagaimana?....

            “Papa pikir Papa saja yang bisa hidup sesukanya di rumah ini, huh? Asal Papa tau saja, Mama juga bisa melakukan apa yang Papa lakukan. Papa mau selingkuh, iya? Silahkan. Mama juga bisa,”

            Plak. Sebuah tamparan mendarat di pipi wanita cantik itu. ia meringis pelan dan menatap nanar pria gagah yang berdiri dengan rahang mengeras di hadapannya.

            “Jaga mulut kamu. kamu itu seorang ibu, Ra. Apa kata anak-anak kalau mereka mendengar Mama mereka berbicara seperti itu,” seru sang suami menatapnya tajam. Wanita cantik itu hanya mencibir dan dengan santai ia menlengga meninggalkan suaminya yang terlihat shock melihat tingkah istrinya itu. sementara dari luar ruangan, tampak seorang pemuda tengah berdiri di ambang pintu lainnya sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat menatap tajam kedua orang tuannya yang selalu saja bertengkar tiada henti.

            “Cakka!” seru wanita itu saat melihat putranya itu berjalan dengan langkah menghentak menuju pintu keluar. Pemuda itu tak mendengarkan. Dengan kasar ia membanting pintu dan berjalan cepat menuju mobil sport super mewahnya dan segera melesat pergi.

            “Cakkaaa!” seru wanita itu lagi.

            “Lihat! Cakka pasti bosan mendengar kita terus menerus ribut seperti ini,” ucap sebuah suara tiba-tiba membuat Zahra dengan cepat menoleh dan menatap sosok yang kini berdiri di belakangnya dengan tatapan malas.

            “Yah. Dan itu semua karena kamu, Mas,” seru Zahra tak mau kalah dan dengan langkah menghentak ia berjalan menuju salah satu kamar yang berada di lantai dua.


            ---

“Aduuuh. Maaf maaf, saya tidak sengaja, Pak,” seru Ify cepat saat tanpa sengaja ia menabrak sang bos membuat jus yang saat itu ia bawa jatuh dan tumpah mengenai kemeja bosnya itu.

            “Fy!” seru sang bos dan menahan lengan Ify saat gadis itu hendak melangkah. Ify mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk dan berusaha tersenyum semanis mungkin saat menatap wajah tampan sang bos. “Kamu lagi ada masalah?” tanya pemuda itu menatap lekat wajah Ify.

            Ify menggeleng pelan.

            “Fy, kamu gak perlu sungkan sama aku. Aku ini sahabat kamu. kamu masih ingat? Dulu kamu pernah janji sama aku,kalau  kamu bakal cerita apa pun masalah kamu ke aku kan?” ucap dan terang pemuda itu kini menatap kedua mata Ify lembut. Ify tampak tertegun sambil menggigit bibir bagian dalamnya dan tanpa sadar terdengar helaan napas berat darinya.

            “Aku khawatir sama Agni, Ray. Aku takut dia kenapa-kenapa,” ucap Ify akhirnya. Ray, sang bos tampak mengerutkan dahi menatap lekat wajah Ify. pemuda itu ingin penjelasan lebih rinci rupanya.

            “Aku gak bisa bujuk dia buat kerja di sini Ray. Kamu taukan resiko kerjaannya dia itu berat banget. Salah-salah ntar dia juga yang bakal nyesel. Aku takut, Ray. Aku takut Agni bakal beneran hancur nantinya,” ucap Ify dan kali ini gadis cantik itu tak dapat lagi menyembunyikan kesedihannya. Airmatanya mulai tampak menggantung dan perlahan mengalir satu-satu.

            Ray tampak menghela napas sembari di raihnya nampan dari tangan Ify dan meletakkannya di salah satu meja kosong yang berada di sampingnya dan dengan lembut di tariknya gadis yang kini tubuhnya mulai tampak bergetar itu kedalam pelukkannya.

            “Aku harus gimana lagi, Ray. Aku mau Agni segera berhenti dari pekerjaannya itu,” gumam Ify lirih dalam pelukkan Ray. Ray hanya mampu diam sambil mengeratkan pelukannya dan mengecup lama puncak kepala Ify, berusaha menenangkan gadis itu.

            ---
“Ruangan VVIP!” seru Angle –wanita dengan dandanan super heboh itu-  pada Agni dan menatap gadis manis itu dengan satu kerlingan nakal. Agni tersenyum tipis. Ia mengangguk paham dan dengan langkah begitu berat ia pun berjalan menuju salah satu ruang VVIP yang berada di lantai dua.

            Agni diam sejenak di ambang pintu sambil sesekali menghirup udara dan menghembuskannya perlahan. tangan Agni bergerak pelan untuk menekan knop. Jantungnya untuk kesekian kalinya berpacu cepat. 2 tahun ia berada di tempat ini. dan selama itu ia berhasil keluar masih dengan mempertahankan mahkota kesuciannya. Tapi malam ini, mendadak Agni merasakan ketakutan luar biasa. Matanya mendadak terasa perih. Ingin sekali rasanya ia menangis dan memohon kepada siapa pun untung menolongnya keluar dari sini. Yah, andai saja ia bisa. Andai saja hutangnya dengan Angle terlunasi, maka dengan cepat ia pasti sudah akan keluar dari tempat terkutuk ini.

            Agni menarik napas kembali dan dengan gerakkan pelan akhirnya mendorong pintu bermotif kotak-kotak itu pelan sampai terbuka lebar. Bau menyengat yang selalu membuat kepalanya pusing langsung menyerang indra penciumannya. Agni berjalan pelan menuju salah satu kursi di sudut ruangan menghampiri seorang pemuda yang tengah asik menikmati minumannya sendirian.

            Agni mendudukkan dirinya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Pemuda itu terlihat sedikit kaget. ia menoleh dan mengerjabkan matanya beberapa kali dan tersenyum manis saat mendapati seorang gadis cantik kini duduk di sampingnya.

            “Lo… yang malam ini… nemenin gue?” tanya pemuda itu terbata. Sepertinya ia mulai mabuk. Agni tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Pemuda itu tampak menyeringai sambil mengangguk-anggukkan kepalanya naik turun dan dengan gerakkan cepat langsung saja mendekatkan wajahnya pada Agni, membuat gadis bermata boneka itu terlonjak kaget.

            Agni dapat mencium aroma menyengat dari mulut pemuda di hadapannya ini. sepertinya ia baru saja menghabiskan sebotol penuh alkohol yang baunya kayak obat pembersih WC. Agni berusaha menahan dada pemuda itu dan memundurkan badannya. Tapi sial, posisi duduk Agni tidak begitu menguntungkan sehingga membuatnya terpojok di sandaran sofa.

            Pemuda itu menyeringai semakin lebar dan semakin mendekatkan wajahnya pada Agni. satu tangannya berada di atas paha Agni dan menekannya membuat gadis itu tak lagi dapat bergerak. Dalam hati Agni berteriak histeris. ini kali pertamanya ada seorang pelanggan yang berhasil menyentuh tubuhnya dan…

            Agni merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kulit bibirnya. Terasa begitu hangat dan meghayutkan. Ciuman itu terasa ringan, membuat Agni pelan-pelan terhanyut. Matanya yang semula melotot lebar dan kedua tangannya yang sedetik lalu berusaha mendorong tubuh kekar itu agar menjauh darinya kini menghentikan aktivitasnya tadi. kedua matanya kini mengatup perlahan dan telapak tangannya justru mengelus pelan dada bidang di hadapannya itu.

            Sumpah demi tuhan Agni benar-benar merasa gila. pemuda itu merebahkan tubuh Agni di atas sofa dan masih tetap fokus mencium lembut bibir mungil gadis itu. satu tanganya kini sudah bergerak liar di bawah rok mini polkadot yang Agni kenakan. Agni yang merasa fungsi otaknya mati seketikan pun perlahan-lahan membuka satu persatu kancing kemeja pemuda yang saat ini tengah menindihnya.

            Agni mengerang pelan saat sosok itu menurunkan ciumannya kedaerah leher dan pelan-pelan turun kedaerah sensitifnya *astagaaaa. Kok gue jadi error gini yah :O* cut cut cut*, dengan kuat Agni mencengkram rambut lembat pemuda itu dan nyaris saja berteriak saat sesuatu terasa menyusup masuk kedalam tubuhnya. *oke, stup:p*

            ---

“Kamu gak bisa kayak gini, Cha, Kak Alvin itu pacarnya Kak Nova. Dan kamu kemarin denger sendirikan, katanya kakak kamu sedang hamil,” seorang pemuda menatap lekat wajah imut Acha, berusaha memberi pengertian untuk sahabat sekaligus gadis yang sangat ia cintai itu. Acha tampak enggan mendengar nasihat pemuda itu dan hanya menatapnya sebal.

            “Tapi gue cinta sama Kak Alvin, Zy. Lo gak akan pernah ngerti. Gue suka sama kak Alvin dari gue kelas 6 SD. Sekarang gue udah bukan anak kecil lagi. Beberapa bulan lagi gue juga udah masuk SMA. So, apa salah gue ngejar cinta gue, huh?” Acha terlihat menggebu. Tak di perdulikannya wajah Ozy yang saat ini sudah tampak memerah. Kesal. Dia tak habis pikir dengan Acha. Setega itukah dia menghancurkan hubungan kakaknya dengan Alvin padahal ia tau kalau kakaknya itu sedang mengandung anak Alvin?

            “Kamu keterlaluan, Cha. Kamu gak ngerti gimana perasaan kak Nova, huh? Kamu egois. Seandanyai kamu yang berada di posisi kak Nova apa yang akan kamu lakukan, Cha? Apa kamu masih bisa bertahan, tertawa lepas dengan teman-temanmu seperti apa yang kak Nova lakukan sekarang?” tanya Ozy mulai terdengar frustasi. Acha menunduk selama beberapa detik dan dengan sigap ia bangkit dari posisi duduknya.

            “Dan satu lagi, Cha. Kamu gak lihat seberapa sayangnya kak Nova sama Kamu, huh?” Acha menghentikan langkahnya sejenak. Ia tak menoleh lagi kearah Ozy. Mendadak ada sesuatu yang menghantam dadanya. Terasa begitu sesak, dan tanpa berbicara apa-apa lagi Acha pun berjalan cepat meninggalkan Ozy yang kini tampak diam sambil menatap punggung Acha yang berjalan semakin jauh dari pandangannya.

            “Kenapa harus kak Alvin, Cha. Kenapa harus dia yang terus ada di pikiran kamu? kenapa kamu gak ngelihat aku di sini. Aku sayang banget sama kamu, Cha,” bisik Ozy dalam hati.

            ---

“Sivia, dengerin gue! Gue gak mungkin nikah sama Gabriel. Dia itu sahabat gue, lo juga. Gue tau seberapa besar lo cinta sama dia. Lo percaya gue,Vi. Gue bakal lakuin apa pun supaya pernikahan lo berdua tetap bisa di pertahankan,”

            “Percuma, La,” Sivia menggeleng lemah.

            “Percuma gimana? Gue tau, Siv. Lo, Gabriel, kalian saling mencintai. Please, Siv. Lo jangan terlalu lugu dong jadi cewek. Lo harus berani mempertahankan sesuatu yang memang harus jadi milik lo. Gabriel. Dia punya lo. Cuma lo yang bisa dan boleh miliki Gabriel. Lo ngerti,” jelas wanita yang di sapa ‘La’ itu penuh keyakinan sambil menggenggam erat jemari Sivia. Sivia tampak tertegun. Ia diam sejenak sambil berusaha menenangkan hatinya yang selama beberapa hari ini terasa kacau.

            “Huhhh. tapi orang tua Gabriel suka sama lo. Dan gue juga percaya lo bisa buat Gabriel bahagia,” ucap Sivia berusaha terlihat tegar dan tersenyum semanis mungkin. Gadis cantik yang duduk di hadapan Sivia menghela napas berat dan menggeleng frustasi.

            “Lo tau dari mata kalau dia bakal bahagia sama gue, huh? Lo tau gak sih? Selama jalan sama gue yang Gabriel omongi itu Cuma lo lo dan lo,” ucap wanita itu lagi menggebu. Sivia tampak ragu dan di tatapanya lekat manik mata sahabatnya itu.

            “Percaya sama gue, Siv!” gumam wanita itu lagi dan menepuk pelan punggung tangan Sivia menenangkan.


            ---

“Silahkan!” seru Ify sembari menyodorkan dua gelas mocacino untuk dua orang pemuda tampan yang sudah sangat ia kenal itu. Baru saja ia hendak melangkahkan kakinya pergi sebuah tangan kekar nan lembut meraih pergelangan tangannya.

            “Kamu disini aja, ngobrol bareng kita,” ucap seorang pemuda yang tak lain adalah bosnya sambil menatap Ify lembut. Ify terlihat canggung sambil menggaruk tengkuk belakangnya yang tak gatal.

            “Tapi…” Ify terlihat ragu dan melirik sungkan pemuda yang duduk di hadapan Ray. Pemuda itu tersenyum ramah seperti biasanya dan mengangguk memberi izin.

            “Silahkan. Gue gak masalah lo gabung kok. kebetulan juga gue pengen curhat dan kayaknya kalau ada lo yang bisa kasih solusi, itu gue rasa lebih baik dari pada si kunyuk satu ini,” ucap pemuda itu berusaha melucu dan tertawa kecil. Ify pun tersenyum menanggapi namun ia melihat keganjalan di wajah pemuda itu yang sepertinya tengah menahan suatu beban berat di dalam hatinya.

            “Kak Gabriel ada masalah lagi sama Kak Sivia?” tanya Ify pelan –akhirnya- sambil duduk perlahan di antar kursi Ray dan Gabriel. Ray yang sudah bisa menebak Ify yang pasti sudah paham masalah sahabatnya itu pun tampak tersenyum dan menatap Gabriel penuh arti.

            Gabriel tersenyum tipis sambil mengangguk lemah. “Kita bakal cerai, Fy,” ucap Gabriel lemah kontan membuat kedua mata Ify melotot lebar. Bagaimana mungkin? Ify mengenal betul bagaiana kelakuan kakak seniornya ini –dulu. ia cukup mengenal Gabriel dan juga Sivia di masa-masa SMA mereka beberapa tahun lalu. Gabriel itu sangat mencintai Sivia. Sivia bagaikan separuh napas untuk Gabriel. Tapi ini kok?

            “Kenapa, Kak? Kalian ada masalah apa sampai harus bercerai segala?” tanya Ify prihatin. Gabriel menundukkan kepalanya dalam. Sepertinya cairan bening itu ingin menghiatinya saat ini. pelan, Gabriel menekan pelipisnya dan mengangkat kembali wajahnya.

            “Orang tuaku menginginkan cucu, tapi sampai sekarang Sivia belum bisa memberikannya. Mereka menyuruh agar aku menikah lagi dengan Shilla. Huhhh. aku gak mau ngeduain Sivia dalam pernikan kami. Aku akan memenuhi keinginan kedua orang tuaku untuk menikahi Shilla. Memberikan meraka cucu dan setelah itu aku akan menceraikan perempuan itu,” jelas Gabriel dengan suara lirih. Ify terkesiap mendengarnya. Setega itukah orangtua Gabriel memperlakukan Sivia?

            “Apa gak ada cara lain untuk mempertahankan rumah tangga kalian? Kak, jangan bodoh. anak itu rezeki dari tuhan. Kalau sampai sekarang kalian belum juga di karunia seorang anak olehNya, itu artinya kalian belum siap dan mungkin tuhan masih ingin melihat kesungguhan kalian dan seberapa besar keinginan kalian untuk memperoleh anak itu,” jelas Ify panjang lebar menatap lekat wajah Gabriel.

            “Jangan sampai kakak menyesal nantinya,” ucap Ify lagi.

            “Ify benar, El. Lo jangan gegabah. Lo yang menjalani hidup lo, bukan nyokap atau bokap lo. Lo yang bakal merasakan asam manisnya rumah tangga lo itu. so, lo jangan sampai mati konyol karena menyesali keputusan lo ini,” Ray akhirnya ikut bersuara. Gabriel pun mengalihkan perhatiannya semula dari Ify dan menatap lekat sahabatnya itu dengan pandangan penuh terima kasih. Perlahan wajah murungnya terlihat begitu bersinar dengan sebuah senyuman manis yang tercetak di wajah tampannya.

            ---

“Mau ngapain lagi lo ke sini, huh?” tanya Nova sengit dan menatap tajam sosok yang saat ini tengah berdiri di ambang pintu rumahnya.

            “Gue kangen sama lo, Va. Sama …. Anak kita juga,” ucap Alvin dan kini pandangannya tertuju pada perut Nova yang masih belum terlihat jelas. Nova berdecis dan dengan kasar mendorong dada bidang Alvin.

            “Kita udah putus. Anak ini anak gue, bukan anak lo. Jadi gue minta sekarang lo pergi dari rumah gue. Sekarang!” seru Nova lagi  dan kali ini dengan nada setengah berteriak.

            “Va… pleaseeee. Gue mau lo. Gue mau anak kita,” rancu Alvin sambil meraih jemari Nova dan menggenggamnya erat. Berusaha mencium telapak tangan gadisnya itu, namun dengan kasar Nova menghentakkan tangannya.

            “Bullshit! Lo gak mungkin punya niat perkosa adek gue kalau lo cinta sama gue cowok sialan,” maki Nova dan dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Alvin hingga cowok itu jatuh tersungkur di teras rumah. Kemudian dengan cepat ia menutup pintu dengan bantingan keras, menciptakan suara dentuman besar membuat Acha yang berada di dalam kamarnya yang terletak di lantai dua segera berlari dan melihat ke arah pintu dari atas.

            Wajah Acha mendadak sayu saat melihat kakaknya itu jatuh terduduk sambil bersandar di balik pintu dan menangis tersedu.

            “Kamu keterlaluan, Cha. Kamu gak ngerti gimana perasaan kak Nova, huh? Kamu egois. Seandanyai kamu yang berada di posisi kak Nova apa yang akan kamu lakukan, Cha? Apa kamu masih bisa bertahan, tertawa lepas dengan teman-temanmu seperti apa yang kak Nova lakukan sekarang?”
            “Dan satu lagi, Cha. Kamu gak lihat seberapa sayangnya kak Nova sama kamu, huh?”

            Kata-kata Ozy kemarin siang kembali terngiang di telinganya. Acha menghela napas berat. Apa karena cinta, ia tega sampai harus menyakiti kakaknya sampai seperti ini? batin Acha mulai memberontak. Dengan gontai dan mata mendadak perih gadis mungil itu pun berjalan kembali menuju kamarnya.

            ---

“Hoooek. Hooooek.” Napas Agni memburu. Jantungnya berdetak tak karuan. Seluruh tubuhnya terasa begitu lemas. Di tambah lagi lehernya yang terasa panas dan pegal sedari tadi muntah terus menerus. Dengan gontai Agni keluar dari dalam kamar mandi merebahkan tubuhnya di atas kasur.

            “Kakak kenapa?” tanya sesorang dan menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Agni dan perlahan berjalan masuk serta mendudukkan dirinya di tepi ranjang Agni. Agni tersenyum manis sambil menggeleng kecil.

            “Cuma masuk angin, Zy. Nanti juga baikan,” ucap Agni seadanya.

            “Tapi kakak pucet banget, kak. Kita ke rumah sakit yuk, aku temenin!” ucap Ozy sambil membantu sang kakak bangkit dari posisi tidurnya. Agni diam sejenak. Sebenarnya ia sangat malas jika harus ke rumah sakit mengingat kalau dia harus menghemat uang untuk beberapa minggu kedepan, karena sepertinya akibat insiden bulan lalu membuatnya sedikit trauma dan takut untuk kembali bekerja.

            “Ayo kak!” suara Ozy membuyarkan lamunan Agni. gadis itu mengerjab selama beberapa kali, tersenyum manis sambil mengelus lembut puncak kepala Ozy dan mengangguk kecil.

            ---

“Kakak saya kenapa ya, Dok?” tanya Ozy tak sabaran saat melihat sang dokter tampak tersenyum senang menatap hasil pemeriksaannya. Dokter tersebut meletakkan kembali berkas nya di atas meja dan mengulurkan tangannya kepada Agni untuk bersalaman. Agni dan Ozy tampak saling berpandangan heran.

            “Selamat ya. Kamu positif. Usianya sudah memasuki minggu kedua,” ucap Dokter itu penuh antusias dan menjabat penuh semangat uluran tangan Agni yang terasa begitu lemah.

            “Ma –maksud dokter?” Agni tampak tak mengerti. Dua matanya bergerak liar memandang sang dokter dan Ozy yang duduk di sampingnya bergantian.

            Sang dokter tersenyum semanis mungkin. “Kamu hamil,”

            Seakan ada bom yang meledak di dalam kepalanya, Agni merasakan kepalanya mendadak pusing dan dadanya terasa terhimpit. Apa dia tidak salah dengar? Hamil? Kedua mata Agni membulat maksimal membuat cairam bening itu mengalir begitu lancarnya dari kedua mata gadis itu. sementara Ozy, pemuda itu terlihat shock. Wajahnya tampak tak percaya. ia terlihat bagaikan orang linglung.

            “Kak Agni!” seru Ozy kaget saat kakaknya itu tiba-tiba saja bangkit dari duduknya dan berlari dari ruangan dokter begitu saja.

            ---

“Gue hamil? Gue… gue gak mungkin hamil. Gak mungkin,” Agni terus saja menangis sepanjang jalan sambil memukul sekuat tenaga perutnya yang masih kempes. Dadanya terasa begitu sesak. Hancur sudah. Dia telah melakukan satu kesalahan fatal dan semua orang benar, bahwa dia benar-benar seorang bitch.

            Agni melangkah gontai menyebrangi jalan. Sia-sia semua usahanya selama ini kalau akhirnya dia sampai hamil juga.

            Tiiiiiiiin

            Agni menoleh cepat kearah suara lengkingan itu berasal dan wajah cantiknya seketika berubah pucat. Secepat kilat Agni mengangkat kedua telapak tangannya menutupi wajah dan bersamaan dengan itu mobil sedan yang beberapa detik lalu melaju begitu kencang kini berhenti seketika tepat di depan lututnya.

            ---

“Lo beneran mau cerai kak?” tanya seorang pemuda tampan saat mendapati beberapa berkas yang tak sengaja ia temukan di atas meja rias kakaknya ketika ia berniat mengajak ngobrol kakaknya itu beberapa saat lalu.

            Sivia terkesiap kaget dan cepat-cepat ia berlari menuju mejariasnya dan dengan gerakkan cepat merampas berkas tersebut dari tangan sang adik dan tak mempedulikan rambutnya yang masih tampak basah.

            “Kak? Jawab gue!” pemuda berseru tegas. Sorot matanya menatap penuh tuntunan memandang wajah cantik sang Kakak.

            “Ini bukan mau aku, Kka,” gumam Sivia akhirnya. Wajahnya mendadak lusuh dan dengan gontai ia berjalan menuju kasur. Mata Cakka, sang adik seketika membulat lebar.

            “Berengsek. Jadi si Gabriel sialan itu yang nyeraiin lo,” tanpa sadar Cakka berteriak membuat Sivia tersentak kaget.

            “Bukan gitu, Kka. Pleaseee. Lo jangan ngomong keras-keras. gue gak mau Papa denger. Kalau Papa tau gue bakal cerai, gue yakin Papa bisa ngamuk sama gue,” ucap Sivia sambil meraih jemari Cakka dan menggenggamnya erat. Mata Cakka mulai bergerak liar. Mendadak ia merasakan kepalanya begitu pusing. Sesuatu seakan menyumpat saluran tenggorokkannya. Kenapa keluarganya bisa di timpa masalah begini sih? Baru saja sebulan yang lalu kedua orang tuannya resmi bercerai. Dan sekarang, dia juga harus mendengar kabar kakaknya yang akan bercerai pula. Belum lagi di tambah dengan masalahnya dia yang sampai sekarang belum juga nemuin cewek yang sebulan lalu bersamanya di dalam sebuah club. Dia gak tau gimana nasib gadis itu setelahnya, karena gadis itu pergi begitu saja sambil menangis dan meninggalkanya di dalam ruangan VVIP sendirian.

            Cakka meremas rambut lebatnya sekuat mungkin dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang dengan gontai.

            “Maafin kakak, Kka. Kakak tau kita udah buat kamu kecewa. Kakak minta maaf, sayang,” gumam Sivia pelan sambil di rengkuhnya tubuh kekar sang adik dan di peluknya seerat mungkin serta mencium ubun-ubun kepalanya berusaha memberikan pengertian.

            ---

“Apa?... trus sekarang Agni di mana, Zy?... kamu gak tau?.... kok bisa sih?... huhhh… okeoke. Kamu tenang, kamu tunggu aja di kostan mana tau bentar lagi dia pulang…. Iya, kamu jangan panik… biarin aja aku yang cari… oke?”

            Klik. Panggilan terputus. Ify mendadak limbung dan tangannya terkulai lemas begitu saja. “Kak Agni hamil… dia hamil, kak,”

            Tanpa sadar airmata Ify jatuh meluruh. dadanya naik turun dan terasa begitu sesak. “Gue bilang juga apa, Ag. Kenapa sih lo gak dengerin omongan gue dari awal,” rancu Ify lirih. perlahan tubuhnya merosot di lantai. Ia terduduk lemas di dalam dapur sambil bersandar di sudut westafet.

            “Ify?” seru Ray kaget saat mendapati Ify terduduk di sudut dapur sambil menangis pilu. cepat-cepat ia berlari menghampiri Ify dan langsung saja merengkuh tubuh mungil itu.

            “Agni, Ray… Agni…” Ify tak sanggup mengeluarkan kata-katanya. Ia semakin sesenggukan dan kini membenamkan wajahnya di lengan Ray dan menangis sejadinya.

            ---

Agni menatap gadis yang duduk di sampingnya saat ini dengan saksama. Wajahnya sampai cengo’ mendapati gadis itu telah berhasil menghabiskan 3 porsi rujak mangga muda dan nenas.

            “Perut lo gak sakit makan itu?” tanya Agni polos sambil menunjuk kearah piring gadis itu. hampir di tabrak, eeh, si penabrak malah ngajakin dia makan rujak. Gadis cantik itu menggeleng sambil tersenyum. Agni terlihat semakin takjub dan dengan gerakkan lambat menyeruput es kepala mudanya. Namun, sedetik kemudian mendadak ia ingin sekali menyantap rujak di piring gadis itu membuat air liurnya nyaris saja terjatuh.

            “Lo mau?” tanya gadis itu yang menyadari raut wajah Agni yang begitu mupeng dengan rujak miliknya. Agni tampak ragu, detik kemudian dengan pelan ia pun mengangguk. Gadis itu tersenyum senang sembari menyodorkan piring miliknya kehadapan Agni penuh suka cita.

            “Gue boleh tanya sesuatu sama lo?” tanya gadis itu setelah mereka selesai menikmati rujak super asem dan kini berjalan menuju taman. Agni tersenyum dan mengangguk.

            “Emmm. Sebelumnya maaf kalau pertanyaan gue kurang sopan,” ucap gadis itu pelan membuat Agni mengerutkan dahinya dan menatap gadis itu bingung, namun kemudian ia pun mengangguk lagi. “Lo…. Maaf ya. apa lo lagi… hamil?” tanya gadis itu lagi dan kontan membuat kedua mata Agni membulat lebar. Wajahnya terlihat begitu shock. Kalau gadis biasa sepertinya tau kalau dia sedang hamil, apa jangan-jangan semua orang yang sedari tadi melihatnya juga tau?

            Gadis itu kemudian tertawa pelan sambil menepuk pundak Agni, membuat gadis manis itu terkesiap dan akhirnya tersadar dari lamunannya.

            “Lo tenang aja, Ag,” ucap gadis itu tenang. “Gue juga sama kayak lo,” lanjut gadis itu kontan membuat mata Agni membulat lebar. Di tatapnya gadis yang masih mengenakan seragam SMA di hadapannya saat ini dengan tatapan tak percaya.

            “Lo?”

            Nova mengangguk sambil tersenyum manis. “Tapikan lo masih sekolah, Va. Kok lo bisa…” Agni menatap lekat gadis belia di hadapannya ini takjub. Nova menghentikan langkahnya di salah satu bangku taman, dan pandangannya menatap lurus ke arah pancuran air yang beberapa langkah di hadapannya.

            “Karena cinta,” jawab Nova dengan pandangan menerawang. Kemudian ia menatap Agni dengan wajah berbinar. Sesaat wajah Agni terlihat begitu murung. Ia menundukkan kepalanya dalam sambil meremas jemarinya kuat-kuat.

            “Seharusnya lo bisa memanfaatkan masa muda lo buat sekolah, Va. Terlalu sayang lo melakukan hal menjijikkan itu di tengah masa-masa sekolah lo,” ucap Agni pelan, membuat Nova yang duduk di sampingnya nyaris saja tak mendengar.

            “Lo gak kasihan sama orang tua lo, yang susah payah nyari duit buat masa depan lo? Dan Cuma karena cinta, lo merusak semua harapan mereka ke lo?” tanya Agni dan kali ini menatap tepat manik mata Nova. Gadis itu tampak diam. Wajahnya kini terlihat begitu serius.

            “Lo tau kenapa gue begini?” tanya Agni lagi. Nova menggeleng pelan. Agni memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan napas perlahan.

            “Cinta?” Nova berusaha menebak. Agni menggeleng sambil tersenyum miris.

            “Alangkah baiknya kalau itu penyebabnya. So, gue bisa dengan mudah minta pertanggung jawaban cowok gue itu,” gumam Agni dengan helaan napas semakin berat, membuat Nova tampak mengerutkan dahinya bingung.

            “Ini karena perkerjaan gue,” ucap Agni akhirnya sambil berusaha tersenyum manis kontan membuat kedua mata Nova membulat lebar.

            “Ma –maksud lo?”

            “Ya. gue kerja di club malam. Dan lo tau kan itu artinya apa?” jelas dan tanya Agni memandang lembut wajah Nova. Nova menggeleng lemah. Ada rasa menyesal yang menyusup masuk relung hatinya.

            “Semua demi adek gue. Demi dia supaya  bisa melanjutkan hidup dan sekolah. Orang tua kita udah lama meninggal. lo tau, nyari uang di kota besar ini susah. Dan Cuma dengan cara itu gue bisa mendapatkan uang dengan cepat buat melunasi biaya sekolah adik gue dan hidup kita berdua,” terang Agni. “Dan gue… merasa sedikit kecewa sama lo, Va. Seharusnya lo gak terjebak atas nama cinta sampai seperti ini. gue, kalau bisa memilih, gue sebenarnya gak mau dengan perkerjaan gue ini. gue malu. Dan gue sadar, uang yang gue peroleh itu bukan uang halal. Tapi apa boleh buat, semua demi adik gue,” terang Agni lagi dan kali ini senyum manisnya terlihat begitu natural membuat Nova tanpa sadar menitikan airmatanya.

            “Huhh. Ag, gue seneng banget bisa kenal sama lo. Walau baru beberapa jam lalu. Lo tau gak sih seberapa takutnya gue ngadapi nkenyatan? Dan gue sadar apa yang lo bilang semua itu benar. Gue memang udah ngancuri masa depan gue sendiri. Semua memang udah terlambat, tapi gue yakin setelah anak ini lahir gue bakal lanjutin sekolah gue dengan baik lagi,” ucap Nova dengan mata berkaca sembari memeluk erat tubuh mungil Agni.

            “Dan gue berharap lo bisa cepat-cepat nemuin pekerjaan yang lebih layak, Ag,” bisik Nova tepat di telinga Agni. Agni pun tersenyum manis dalam pelukkan Nova dan menepuk pelan punggung gadis itu....continue...
Assseeeek kelar. Wkwkwkwk jujur absurd banget. Ingi ceritanya sengaja di cut cut banyak versi gitu, soalnya ini sekalian tugas sekolah siiih. Hehehe tapi yang buat tugas gak begini loh yah. Wkwkwk. Ini aku kembangi jadi kalau jelek harap maklum daaah. Sekalian. INI 5 COUPLE FAVORIT ku. keceeh yah bisa lima-limanya ada porsi. Wkwkwk *plak* yoooo, ada yang samaan gak yah kayak aku couple favoritnya selain CAGNI :p

oke guys, don’t silince readers yah. U read? Like or coment please okay ;) walau absurt sih :p hhehehe


@Cluvers_Agniaza ( copas )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar