SEKILAS TENTANG SOSIOLOGI
Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu
Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte
tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Sosiologi berasal dari
bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan / teman, sedangkan Logos berarti
ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan pertama kalinya dalam buku yang
berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte
(1798-1857). Umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang
masyarakat. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan
perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.
Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai
organisasi politik, ekonomi, sosial. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan
pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan
dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari
tentang masyarakat, lahir di Eropa, karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai
menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para
ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan
ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia. Sejumlah ilmuwan
besar di bidang sosiologi, yang semuanya berasal dari Eropa berjasa besar
menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk
perkembangan Sosiologi. Beberapa ilmuwan tersebut diantaranya adalah Émile
Durkheim, seorang ilmuwan sosial Perancis yang berhasil melembagakan Sosiologi
sebagai disiplin akademis dan memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang
berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus
pemelihara keteraturan sosial. Lalu pada tahun 1876, di Inggris, Herbert
Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi
organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu
organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
Kemudian Karl Marx, memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang
menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan
perkembangan masyarakat. Selanjutnya Max Weber memperkenalkan pendekatan
verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan
sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
Berkembangnya ilmu pengetahuan sekitar
abad ke-17 M, turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan
masyarakat dan berkembangnya ilmu sosiologi, karena ciri-ciri ilmiah mulai
tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai
perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.
Perubahan-perubahan besar di abad ke-17, terus berkembang secara revolusioner
sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan
struktur yang lebih baru. Adanya revolusi politik yang terjadi di Eropa, yang
diawali dengan Revolusi Perancis pada tahun 1789, kemudian revolusi industri
dan kemunculan kapitalisme yang ditandai dengan berubahnya corak produksi
negara-negara Eropa yang semula bertumpu pada sektor pertanian berubah pada
sektor industri, munculnya sosialisme yang mencita-citakan tatanan masyarakat
baru melalui revolusi sosial, munculnya revolusi feminism, yang merupakan
gerakan perempuan yang menuntut adanya persamaan hak, terjadi urbanisasi, serta
bertumbuhnya perubahan keagamaan, membuat
pengaruhnya bergejolak di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka
mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat. Perubahan
yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat
yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang
semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat
jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan
undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang
jatuh dan terpecah. Gejolak abad revolusi mulai menggugah para ilmuwan pada
pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah
menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban
berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat
dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.
Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa
perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat.
Lalu sekitar abad ke-20, sosiologi modern
tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika-Serikat dan Kanada. Pada
permulaan abad tersebut, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara.
Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota
industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak
sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan. Perubahan masyarakat
itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada
kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka
berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada
saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah
berkembang sejak zaman dahulu. Walaupun tidak mempelajari sosiologi sebagai
ilmu pengetahuan, para pujangga dan tokoh bangsa Indonesia telah banyak
memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajaran mereka, contohnya oleh Ki
Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar pendidikan nasional
Indonesia banyak mempraktikkan konsep-
konsep penting sosiologi seperti kepemimpinan dan kekeluargaan dalam proses
pendidikan di Taman Siswa yang didirikannya. Sosiologi di Indonesia pada
awalnya, yakni sebelum Perang Dunia II hanya dianggap sebagai ilmu pembantu
bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya atau sosiologi belum dianggap cukup penting
untuk dipelajari dan digunakan sebagai ilmu pengetahuan, yang terlepas dari
ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.